POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Rapat paripurna DPRD Bali yang dijadwalkan berlangsung pada Senin (22/7/2024) pukul 11.00 Wita ditunda dua kali sampai Senin (29/7/2024). Padahal ketika itu sejumlah kepala OPD Pemprov Bali duduk dalam ruangan sidang utama. Namun, saat itu tidak terlihat satu pun anggota dan pimpinan DPRD Bali yang masuk ruang rapat.
Berdasarkan undangan yang ada, paripurna bersama Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, dan jajaran OPD Pemprov itu berisi agenda penyampaian penjelasan Dewan terhadap Raperda Inisiatif Dewan tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak. Juga Laporan Dewan terhadap Pembahasan Raperda tentang Pertanggungjawaban APBD Semesta Berencana 2023, dan sikap/ keputusan Dewan. Sebelumnya paripurna ini akan dilangsungkan pada Kamis (18/7/2024), tapi kemudian ditunda dan diundur ke Senin (22/7/2024) pukul 11.00.
Sebelum ada kepastian penundaan, sejumlah kepala OPD mulai meninggalkan gedung DPRD, sebagian bertahan menunggu sembari santap siang. Begitu ada kepastian ditunda, mereka dan awak media memilih pergi.
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, yang dimintai tanggapan atas penundaan paripurna, memakai alasan koleganya sesama anggota DPRD Bali lagi sibuk karena ada piodalan dan kegiatan lain. Alasan itu juga yang membuat jumlah legislator jadi kurang untuk mendapat hasil kuorum, sebagai syarat melaksanakan paripurna. “Namun, sebenarnya tidak ada masalah, Senin (29/7/2024) kami pastikan bisa sidang,” jawab politisi PDIP itu.
Meski tidak jadi paripurna, sambungnya, DPRD mengganti dengan rapat pimpinan (rapim). Yang dibahas di rapim, sebutnya, adalah menekankan soal penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang masih ada sejumlah persoalan. Dewan, imbuhnya, menghasilkan keputusan untuk memberi rekomendasi kepada Pj. Gubernur agar mengakomodir anak-anak yang belum mendapat sekolah sesuai aturan. Baik yang melalui jalur prestasi atau zonasi.
“Jadi, penuhi aturan dan akomodasi optimal masyarakat (untuk mendapat sekolah),” terangnya.
Adi Wiryatama tidak memungkiri PPDB yang berjalan tahun ini belum optimal, karena banyak salah zonasi. Misalnya siswa dari Badung utara, diterima di Badung selatan yang jaraknya jauh. Ada juga laporan ada siswa melamar ke SMAN 1 Singaraja karena SMP-nya dari sana, tapi diterima di Gitgit yang jaraknya dua kilometer. Selain kesalahan teknis, dia juga membeberkan ada siswa jalur prestasi di satu tempat yang belum dipanggil sampai sekarang.
“Mungkin itu kelupaan atau bagaimana,” sesalnya.
Disinggung apakah sengkarut PPDB yang “berulang tahun” terus ini kesalahan OPD teknis atau siapa, Adi Wiryatama melihat masalah sebenarnya adalah Pemprov kurang optimal menggunakan kelas yang ada untuk menampung siswa. Seperti di SMAN 1 Bangli yang banyak kosong, anak-anak di sebelahnya tidak diterima. Pendek kata, pemetaan dari Dinas Pendidikan kurang optimal untuk melihat daya tampung dan jumlah siswa.
Di sisi lain, dia juga menyesalkan sikap sejumlah orangtua siswa yang memaksakan anaknya harus mendapat sekolah negeri sesuai keinginan. Kata dia, orangtua juga mesti sadar anaknya mendapat sekolah negeri saja sudah bersyukur, meski jaraknya agak jauh dari rumah. “Jangan manja, anak harus sekolah di satu tempat, tidak boleh begitu. Dewan tugasnya menyampaikan ke konstituen dapat sekolah jauh sedikit tidak apa, jangan (harus) sebelah rumah sesuai keinginan,” lugasnya memungkasi. hen