DENPASAR – Dokumentasi dan administrasi kegiatan KPU sampai ke jajaran penyelenggara penting dikelola dengan baik. Sebab, semua itu kelak bermuara kepada pertanyaan publik tentang bagaimana sosialisasi dan pendidikan pemilih berkorelasi dengan tingkat partisipasi masyarakat saat pemilu. Hal itu diutarakan Divisi Sosdiklih dan Parmas KPU RI, I Dewa Wiarsa Raka Sandi, sebagai salah satu narasumber dalam rapat koordinasi sosialisasi pendidikan pemilih pada Pilkada 2020, yang digelar KPU RI secara daring, Jumat (14/8/2020).
Rapat koordinasi tersebut diikuti 34 KPU provinsi dan 261 KPU kabupaten/kota seluruh Indonesia, termasuk KPU Denpasar. Tujuannya untuk menyampaikan laporan dan evaluasi kegiatan sosialisasi dari jajaran KPU provinsi dan kabupaten/kota yang menggelar Pilkada 2020. Dengan begitu dapat dipantau dan dievaluasi kegiatan sosialisasi, pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat pada Pilkada 2020. Pola sosialisasi terbagi dua bagian, yakni melalui komunikasi tatap muka secara terbatas, dan komunikasi melalui daring.
Raka Sandi lebih jauh menyampaikan, jajaran penyelenggara mesti memiliki dokumentasi apa yang dikerjakan. Dia berpesan agar, “Sambil jalan kita mengerjakan apa yang kita tuliskan, dan menulis apa yang kita kerjakan. Jadi, semua pekerjaan terukur, termasuk kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih ini.”
Data tersebut, sambungnya, sangat penting dan dibutuhkan pada masa yang akan datang. Catatan itu menjadi jawaban KPU terhadap amanah pelaksanaan perundang-undangan untuk menjalankan pesta demokrasi. Materi yang disampaikan dalam rakor, tegasnya, akan ditindaklanjuti dan dibuatkan klasifikasi. “Itu untuk menentukan pola sosialisasi dan pendidikan pemilih di masa pandemi ini, agar target partisipasi masyarakat dapat tercapai,” urainya.
Secara teknis, sebutnya, strategi sosialisasi dimulai dengan memanfaatkan media sosial secara massif sebagai penyambung informasi kepemiluan. Dengan maraknya penggunaan beragam platform sarana digital disertai konten yang edukatif dan informatif, dia berharap hal tersebut dapat melahirkan pemilih yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.
Mengingat pengguna media sosial dominan para kaum milenial, imbuhnya, maka sasaran utama adalah kelompok milenial tersebut. Tentu dengan tetap mempertimbangkan kelompok masyarakat lainnya yang juga aktif menggunakan media sosial. Maka dari itu, hampir seluruh daerah melibatkan segmen milenial ini dalam kreativitas sosialisasi.
Di samping itu, keterbukaan informasi publik lewat media cetak, media elektronik, media daring dan dengan mencetak bahan-bahan sosialisasi juga masih relevan dilakukan. “Penyelenggara sampai ke tingkat KPPS pun bisa dimanfaatkan sebagai buzzer (pendengung) kepemiluan,” ulasnya.
Karo Teknis KPU RI, Nur Syarifah, menambahkan, terkait relawan demokrasi, pembentukan relawan demokrasi di tiap-tiap daerah tidak selalu sama. Kondisi itu terjadi tidak terlepas dari ketersediaan anggaran dari masing-masing daerah itu sendiri. hen