Oleh Made Nariana
MENARIK apa yang disampaikan pakar ekonomi Rhenald Kasali di Tiktok. Kini di Indonesia tidak saja dikenal ada wartawan bodrek, tapi juga partai politik (parpol) bodrek. Mereka hidup dari mengemis, tanpa modal. Namun pidato tokonya membela bangsa dan negara, membela rakyat, membela keadilan sosial. Akhirnya hanya
memakmurkan oknum-oknum parpol itu sendiri.
Belakangan capres tidak memiliki parpol saja, malah koar-koar akan memperbaiki negeri ini dari awal. Ia terang-terangan tidak melanjutkan apa yang dicapai presiden sekarang. Ia akan melihat apa tujuan awal pendirian negeri ini. Pongah juga ternyata ya?
Suatu ketika Rhenal Kasali menjadi narasumber di sebuah seminar. Begitu neken honor, ia langsung dikrumuni wartawan. Tanya kanan kiri, ujung-ujungnya minta bekal pulang. Tidak jelas medianya apa. Saya sering sebut WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar). Itulah yang disebut di kalangan kami sebagai wartawan bodrek.
Istilah bodrek sekarang menjalar ke partai politik. Semua yang merasa mampu mendirikan parpol. Mereka yang sudah tua bangka saja bikin parpol. Pengurus ditunjuk anak, menantu dan ipar-iparnya. Di bawa ke notaris. Di sana terlihat siapa pendiri parpol, dan diwariskan turun temurun kepada keluarga sendiri.
Dalam perjalanannya, parpol itu minta dana ke pemerintah, mencari sponsor dan memeras bakal calon legislatif, calon bupati dan calon gubernur. Lengkaplah perjalanannya sebagai parpol bodrek.
Aturan di negeri ini, memang parpol menjadi penyanggah utama demokrasi. Sebagian dana diberikan pemerintah, khususnya bagi parpol yang mampu menempatkan wakilnya di legislatif. Kalau demikian halnya, sebaiknya dana parpol seluruhnya dari pemerintah. Misalnya sekian persen dari anggaran belanja negara.
Jangan ada lagi, setiap tokoh yang ditempatkan di jajaran Kabinet atau DPR dibebankan mencari dana untuk parpol yang diwakili. Inilah menyebabkan menjalarnya banyak korupsi di negeri ini. Ini hanya salah satu. Sebab banyak korupsi para pejabat dilakukan demi diri sendiri, tidak merupakan titipan dari parpol yang diwakili.
Tidak heran penegak hukum sering menemukan kasus korupsi, yang dananya mengalir kemana-mana, termasuk ke parpol tertentu.ika salah satu penyangga demokrasi sudah memiliki budaya korupsi, bagaimana jadinya negeri ini?
Sebagai wadah mendidik dan mengkader calon-calon pemimpin bangsa, parpol seharusnya menjadi contoh terbaik dengan manajemen yang baik — termasuk manajemen keuangan. Bersih dari sikap dan tindakan tercela, sehingga pemimpin yang dihasilkan patut menjadi panutan di negeri ini.
Contoh terakhir, seorang sekjen Partai ditangkap karena korupsi. Terlepas dana itu disalurkan ke mana karena jumlahnya sampai 8 trilyun rupiah lebih, sekjen menentukan di sebuah partai. Semua rahasia partai ada di sekjen. Kalau sekjen berprilaku buruk, bagaimana anak buahnya?
Seharusnya parpol melakukan rekrutmen anggota dengan baik. Memiliki sarana pendidikan untuk mendidik kader. Dan selanjutnya memberikan jalan terbaik juga kepada kader yang sanggup menjaga negeri ini dengan baik, tanpa melakukan sikap tercela. Jangan malah sebaliknya dibebabkan mencari cuan buat parpol itu sendiri.
Saya yakin hal itu dapat dilakukan, kalau pendirian parpol selektif. Memiliki aturan dan syarat yang lebih berat. Tidak sembarang orang dapat membuat parpol, yang akhirnya seperti kata Rhenald Kasali menjadi parpol bodrek. Biarkan di wartawan saja ada istilah bodrek. Jangan semua profesi menjadi bodrek…… (*)