Kasus Ngaben Sudaji Diminta Di-SP3, Kuasa Hukum Tersangka Akan Lakukan Langkah Ini

TIM kuasa hukum tersangka Gede S mendatangi Polres Buleleng menyerahkan permohonan SP3. Foto: rik
TIM kuasa hukum tersangka Gede S mendatangi Polres Buleleng menyerahkan permohonan SP3. Foto: rik

BULELENG – Tim kuasa hukum tersangka Gede S, kasus ngaben di Sudaji, kembali mendatangi Polres Buleleng, Selasa (26/5) siang. Mereka menyerahkan permohonan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sekaligus mendesak penyidik segera menghentikan kasus tersebut. Mereka menganggap penetapan Gede S sebagai tersangka sangat tidak tepat.

Kedatangan tim hukum dipimpin Nyoman Agung Sariawan, didampingi kuasa nonlitigasi dari Waketum DPP Persadha Nusantara, Gede Suardana dan Kadek Cita Ardana Yudi. Penyerahan berlangsung singkat di ruang Reskrim, dengan permohonan SP3 ditandatangani Gede Pasek Suardika, Sariawan, Made Kariada, Gede Suryadilaga, Made Arnawa. “Kami menindaklanjuti kasus ngaben Sudaji dengan menyerahkan surat permohonan SP3 kepada Kapolres Buleleng agar segera menghentikan kasusnya,” ujar Nyoman Agung Sariawan. 

Bacaan Lainnya

Ada lima poin yang disampaikan dalam permohonan SP3 itu. Menurut Sariawan, prosesi ngaben dadia di Desa Sudaji dilaksanakan saat Desa Sudaji tidak dalam status PSBB atau karantina wilayah. Penyelenggara juga sudah koordinasi dengan Gugus Tugas, Camat Sawan, babinsa dan bhabinkamtibmas, sehingga tidak ada niat jahat dalam pengabenan tersebut.

Selain ke Polres Buleleng, mereka juga menyerahkan surat permohonan SP3 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja. Kata Sariawan, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan ke publik bahwa yang melanggar PSBB dihukum sosial berupa push-up. Dia juga mengutip pendapat pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, yang bilang pelanggar dalam PSBB tidak bisa dipidana.

Baca juga :  DPRD Buleleng Usul Pemkab Bangun Panti Rehabilitasi Narkoba

Dengan dasar itu, sambung Sariawan, Gede S tidak layak dijadikan tersangka oleh Polres Buleleng. “Tidak masuk akal jika masih imbauan itu bisa dipidana. Tersangka juga sudah minta maaf secara terbuka, walau secara hukum tidak ada kesalahan yang layak untuk dipidana,” sergahnya.

Sariawan mencontohkan banyak kasus orang kumpul yang melebihi 25 orang terjadi di Indonesia, dan tidak ada proses hukum. Semua orang punya hak tidak diperlakukan diskriminatif, karena hukum berlaku sama untuk semua warga negara. Karena itu, dia berharap Kapolres Buleleng segera mengeluarkan SP3. “Jika Kapolres tidak segera menerbitkan SP3, kami akan segera melaporkan kasus ini ke Komnas HAM. Kami tidak main-main,” ancamnya.

Waketum DPP Persadha Nusantara, Gede Suardana, menimpali, dalam pandemi Covid-19 ini polisi harus mengedepankan pembinaan daripada pemidanaan. Selama ini Gede S patuh menjalani wajib lapor. “Dia (Gede S) sempat terpuruk karena ditetapkan tersangka, tapi sekarang sudah membaik dan tabah menghadapi. Justru tidak ada pihak ikut mengayomi seperti PHDI atau MDA, makanya kami membantu,” cetusnya.

Kasubag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya, mengaku permohonan penerbitan SP3 ini masih akan dipelajari terlebih dahulu. “Masih dipelajari dulu permohonannya, pasti ada langkah yang dilakukan Polres Buleleng nanti. Untuk perkembangan lebih lanjut nanti akan disampaikan,” sebutnya seizin Kapolres. 018

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.