KARANGASEM – Masyarakat Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Karangasem, yang 90 persen warganya berprofesi sebagai perajin arak merasa sangat gembira dan bersyukur dengan hadirnya Pergub Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yang dicetuskan Gubernur Bali, Wayan Koster.
Kegembiraan para perajin arak Tri Eka Buana ini meluap, saat Gubernur Koster disapa seorang petani yang sedang memanjat pohon kelapa dengan memanggil Gubernur Bali “Pak Yan”. Mendengar hal itu, Wayan Koster yang didampingi Wagub, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) saat melakukan kunjungan kerja ke Desa Tri Eka Buana, Sabtu (8/8/2020) lalu, langsung menyapa balik petani tersebut dengan melambaikan tangannya.
Setibanya di Kantor Perbekel Desa Tri Eka Buana, Gubernur Bali didampingi Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra; Ketua DPRD Karangasem, I Gede Dana, serta seluruh Kepala OPD di lingkungan Pemprov Bali, merasa bangga. Karena desa yang memiliki kebun kelapa yang membentang hijau berbentuk perbukitan itu memiliki kemajuan pesat disaat mengimplementasikan Pergub Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
‘’Pascaberlakunya Pergub Bali No.1/2020 ini, para petani arak di Desa Tri Eka Buana bisa diakomodir dalam bentuk koperasi, dan secara penghasilan rata-rata per hari para perajin mendapatkan untung Rp 420 ribu (per liter harga arak bali Rp35.000 dan setiap hari menghasilkan 12 liter) atau dalam sebulan bisa meraup keuntungan mencapai sekitar Rp12 juta,’’ demikian informasi yang disampaikan akademisi dari Fakultas MIPA, Universitas Udayana, I Made Agus Gelgel Wirasuta, saat didampingi Perbekel, I Ketut Derka dan Ketua Koperasi Arak KBS Padat, I Gede Artayasa.
Alasan utama yang menyebabkan para perajin arak mendapatkan keuntungan yang melimpah, menurut Made Gelgel, bahwa para perajin arak di Desa Tri Eka Buana, saat ini sedang menggunakan alat destilasi dengan empat kolom bertingkat yang bisa mengirit penggunaan bahan baku arak (tuak).
‘’Sekarang para petani hanya menggunakan 40 liter tuak untuk menghasilkan 12 liter arak per harinya. Kalau dulu atau sebelum Pergub Bali No.1/2020 ini lahir, dan sebelum menggunakan alat destilasi tersebut, para petani hanya bisa menghasilkan 10 liter arak per harinya dengan menggunakan bahan baku tuak sebanyak 60 liter,’’ ujar Made Gelgel.
Made Gelgel dihadapan Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng, dan Wagub Bali asal Puri Agung Ubud, Gianyar, itu juga mengatakan, alat destilasi dengan empat kolom bertingkat ini memberikan dampak positif. Maka pengembangan alat ini akan berlanjut dilakukan ke Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen.
Mendengar informasi itu, Koster bersama Wagub Cok Ace langsung meminta Perbekel Desa Tri Eka Buana, I Ketut Derka, untuk lebih serius menggarap produksi arak khas Sidemen, Karangasem ini. Karena dirinya berkeinginan untuk menyejajarkan arak bali dengan minuman spirit yang ada di dunia, seperti whisky, vodka, hingga sake.
Apalagi arak Bali di masa pandemi Covid-19, telah dimanfaatkan sebagai salah satu obat terapi yang berhasil menyembuhkan orang tanpa gejala yang terkonfirmasi positif Covid-19. ‘’Saya minta Pak Gelgel melakukan uji coba di tempat karantina Covid, dan ternyata arak ini punya pengaruh untuk mentreatmen pasien positif, dan tingkat kesembuhannya semakin tinggi mencapai 87 persen di Bali,’’ ujarnya.
Gubernur jebolan ITB ini dihadapan para perajin arak juga membocorkan kinerjanya, bahwa saat ini dirinya sedang mengajukan arak Bali ini ke Kemenkumham RI agar memperoleh hak paten sebagai usada tradisional (pengobatan tradisional). Disamping agar bisa diproduksi untuk menyembuhkan atau memperkuat daya tahan tubuh pasien yang terkena Covid-19 atau virus yang lainnya.
Kemudian secara ekonomi, Wayan Koster juga mengungkapkan arak bali akan dijadikan salah satu produk ekspor unggulan Bali. Untuk mewujudkannya, Gubernur Bali meminta kepada seluruh masyarakat di Pulau Dewata agar bersatu padu mengembangkan potensi arak Bali ini dari hulu, yang dimulai dengan cara melestarikan kembali pohon jaka, kelapa, ental yang notabene pohon-pohon ini mampu menghasilkan minuman arak ternama di Bali.
Secara konsep pemberdayaan masyarakat Bali, Gubernur yang merupakan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini dengan tegas ingin mengimplementasikan program Tri Sakti Bung Karno yang salah satunya menciptakan kemandirian secara ekonomi atau ekonomi berdikari yang akarnya adalah kedaulatan rakyat. Sehingga pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan dengan berbasis budaya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru akan terus dirasakan masyarakat.
‘’Jadi krama Bali harus mengelola koperasi arak ini, krama Bali juga harus mengelola perusahaan arak ini dengan memberikan kemasan Barak “Balinese Arak”. Hal ini kami tekankan agar krama Bali benar-benar merasakan manfaatnya secara ekonomi, apalagi BPOM juga sudah mendukung penuh dan bahkan telah ada empat perusahaan yang telah mendapatkan ijin edar dari BPOM. Kalau kepentingan ekspor, baru pemerintah akan melibatkan para investor,’’ ujar Koster.
Dirinya pun mengajak para perajin meningkatkan sedikit harga arak ini dengan tetap menjaga kualitas rasa, aroma kekhasan Bali, karena Bali juga saat ini telah memiliki Pergub Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali yang bisa dijadikan modal dalam memajukan industri minuman warisan leluhur khas Bali. alt