Isu Sistem Coblos Partai, Manuver Denny “Perangi” Ganjar

Gus Hendra
Gus Hendra

PENGAKUAN Denny Indrayana soal Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu sistem proporsional tertutup, mendapat eksposur lumayan kencang dari media arus utama. Makin deras menyedot perhatian publik setelah beritanya kemudian diamplifikasi ke media sosial.

Sejatinya apa dikatakan mantan Wamenkumham era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu bukan barang baru. Politisi, partai politik, sampai pemerhati pemilu sebelumnya gencar membahas wacana Pemilu 2024 “bisa jadi” menggunakan sistem yang dikenal dengan coblos partai ini. Sejumlah ahli hukum tata negara juga dihadirkan MK dalam beberapa kali persidangan. Tidak kurang banyaknya acara talk show televisi mengupas persoalan ini, tentu dalam bentuk pro dan kontra.

Bacaan Lainnya

Namun, yang bikin menggemaskan adalah klaim Denny mendapat bocoran orang dalam MK. “Sebentar lagi MK akan memutuskan konstitusi sistem pemilu legislatif, apakah berubah menjadi tertutup atau terbuka? Informasi yang saya dapat, MK akan mengembalikan menjadi tertutup sebagaimana dulu jaman otoritarian Orde Baru,” kata Denny Indrayana dilansir di KOMPAS TV, Minggu (28/5/2023).

Memakai pendekatan analisis wacana kritis, pernyataan Denny dapat dimaknai sekurang-kurangnya dalam tiga hal. Pertama, dibanding dengan ahli tata negara yang tampil di media sebelumnya, Denny terlihat lebih heroik meski berbau spekulatif. Sebab, dia berani mengklaim dapat “bisikan” informasi dari orang dalam. Pernyataan yang bikin Menkopolhukam Mahfud MD merespons, dan minta polisi menyelidiki siapa pembocor informasi A1 itu agar tidak jadi fitnah.

Belum dapat dipastikan apakah Denny benar mendapat bocoran internal MK, atau sekadar untung-untungan melempar rumor. Hanya, ketika Mahfud yang juga mantan Ketua MK sampai keras menanggapi, publik justru tergiring untuk percaya apa dikatakan Denny adalah fakta tanpa perlu bukti. Bila kelak MK benar memutuskan sistem coblos partai, itulah buktinya. Apakah setelah “ramalan” Denny terbukti lalu polisi tetap mengusut skandal kebocoran informasi ke ranah hukum, itu persoalan lain.

Andai benar MK memutus sistem proporsional tertutup, Denny niscaya mendulang legitimasi dan dukungan kuat di mata publik. Tetapi, jika putusan MK tidak sesuai ucapannya, Denny mudah saja berkelit bahwa bisa jadi putusan MK berubah karena dia yang berani mengumumkan duluan ke publik. Dengan lain ucap, pernyataan Denny mirip preemtif attack atau serangan pendahuluan. Menimbang kualifikasi segmentasi, “konsumen” yang ingin diguncang memakai isu ini yakni kalangan elite perkotaan, terdidik, undecided voters dan swing voters

Kedua, secara halus, Denny menyudutkan posisi PDIP yang kadernya dalam posisi pemerintah dengan memakai diksi “akan mengembalikan menjadi tertutup sebagaimana dulu jaman otoritarian Orde Baru”. Disengaja atau tidak, Denny mengesankan sistem coblos partai adalah otoriter, buruk, dan patut diperangi jika tidak ingin politisi atau partai bermental Orde Baru kembali berkuasa. Dalam ilmu komunikasi ini dikenal dengan fear arousing communication atau komunikasi yang membangkitkan rasa takut atau khawatir. Kalau sudah takut, rasionalitas komunikan jadi mandek, dan cepat menganggap pesan komunikator harus diterima sebagai kebenaran.

Patut digarisbawahi, sistem coblos partai bukan barang haram di Indonesia. Dalam sejarah pemilu di Indonesia, proporsional tertutup diterapkan pada pemilu tahun 1955, pemilu era Orde Baru (tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997), dan pada Pemilu 1999 era reformasi. Sistem proporsional terbuka baru diterapkan pada Pemilu 2009 sampai Pemilu 2019.

Publik berhak tidak suka sistem coblos partai, tapi menuduh sistem itu identik dengan Orde Baru sulit tidak ditafsirkan sebagai muslihat dan insinuatif. Siapa berani jamin legislator lewat coblos caleg lebih baik secara kapabilitas dan moralitas daripada sistem coblos partai? Meminjam pendapat ahli hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, tidak ada sistem yang 100 persen baik. Sebab, akan selalu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Ketiga, dalam sekali dayung, sebagai pendukung calon presiden Anies Rasyid Baswedan, Denny mendapat momentum dan amunisi untuk membidik Ganjar Pranowo dan PDIP. Kenapa? Pertama, PDIP sebagai pendukung utama gugatan ke MK untuk kembali sistem coblos partai, yang diinsinuasi sebagai the next Orde Baru. PDIP yang lahir dan besar karena tekanan Orde Baru, kini dikesankan justru mengimitasi kebobrokan mabuk kuasa Orde Baru. Kedua, Ganjar dikenal publik sebagai produk endorse Presiden Jokowi, yang kebetulan kakak ipar dari Ketua MK saat ini, Anwar Usman. Karena ada hubungan keluarga, putusan MK mudah dituduh berbau kolutif, mengingat ada irisan kepentingan antara Presiden Jokowi, yang kader PDIP, dengan Ketua MK. Ketiga, secara alamiah publik akan digelandang kepada konklusi atau opini bahwa Ganjar adalah bagian dari rezim kolutif.

Terlepas dari kontroversinya, langkah Denny kali ini terbilang bernyali. Cerdiknya, dia beralasan rumor digelindingkan justru demi mencegah parpol mesti menyusun daftar calon sementara di tengah tahapan pencalegan. Pula mencegah para caleg mundur karena tidak ada di “nomor jadi”, dengan langkah-langkah advokasi, pencegahan, dan preemtif atas putusan MK. “Saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan Pemilu,” sebutnya seperti dikutip dari detik.com edisi Senin (29/5/2023).

Denny pasti sadar pernyataannya akan memantik polemik dan mengundang reaksi penguasa dengan aparatus hukumnya. Namun, terlepas apa motif sesungguhnya, sikap Denny patut dihormati karena dia menjalankan fungsi moral intelektual. Pemikir pascakolonialisme, Edward W. Said, menyebut intelektual adalah “pencipta bahasa yang mengatakan benar kepada yang berkuasa. Seorang intelektual mengatakan yang dianggapnya benar, entah sesuai atau tidak dengan pikiran penguasa”. So, hanya soal waktu apakah Denny akan dikenang sebagai intelektual pembuat kampanye legitimasi politik yang berpengaruh bagi masyarakat luas, atau intelektual spekulatif belaka. Gus Hendra

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses