POSMERDEKA.COM, BANGLI – Sempat anjlok beberapa waktu lalu, harga babi kini merangkak naik. Salah satu pemicunya lantaran populasi babi kian menipis akibat serangan virus African Swine Fever (ASF), yang membuat banyak peternak merugi karena tingginya angka kematian.
Meski harga naik, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli mengimbau peternak babi untuk tidak aji mumpung menambah populasi babi. Kepala Dinas PKP Bangli, I Wayan Sarma, mengakui kenaikan harga babi mulai terjadi sejak beberapa bulan terakhir.
Untuk babi dengan berat di bawah 90 kg, ada yang beli dengan kisaran Rp39.000/kg sampai Rp40.000/kg. Itu harga di pasaran lokal. “Harga babi di kandang saat ini terbilang cukup bagus, berkisar dari Rp41.000/kg sampai Rp43.000/kg untuk babi dengan berat 100 ke atas. Karena break even point, kita hitung sekitar Rp37.000/kg,” ungkap Sarma, Kamis (18/7/2024).
Kenaikan harga, paparnya, antara lain lantaran populasi babi turun drastis. Saat terjadi wabah, populasi babi berkisar 74.000 ekor. Saat itu jumlahnya kian turun, seiring tingginya kematian babi karena serangan wabah ASF.
Namun, dalam dua bulan terakhir, terjadi penurunan angka kematian babi. Karenanya, belakangan masyarakat mulai bergairah untuk menambah populasi ternak babi, terutama yang beternak rumahan. Oleh sebab itu, populasi babi di kabupaten Bangli juga mulai bertambah. “Saat ini tercatat populasi babi di Bangli mencapai 85.271 ekor,” terangnya.
Disinggung soal harga, Sarma menyebut dipengaruhi mekanisme pasar. Dalam hal ini instansinya tidak bisa melakukan intervensi. Hanya, kecenderungan yang terjadi di masyarakat, melihat peluang harga naik, biasanya akan ikut ramai-ramai menambah populasi. Padahal harga babi juga mengalami fluktuaktif. “Sering harga babi juga rendah sekali. Dipengaruhi juga tingginya harga pakan,” ungkapnya.
Untuk mempertahankan tingginya harga babi, dia menyarankan dan mengingatkan agar peternak tetap menjaga jumlah populasi agar tidak terlalu besar. Yang perlu diperhatikan adalah daya dukung, termasuk memperhatikan faktor lingkungan agar tidak terjadi pencemaran. Jangan sampai karena harga tinggi, peternak berlomba-lomba menambah populasi.
Sebab, jika harga tinggi, suatu saat pasti di titik tertentu akan rendah. “Karena kita tahu pasaran babi ini lebih banyak terserap di pasaran lokal, hanya di daerah tertentu saja, terutama daerahnya non-muslim. Beda halnya dengan sapi, pangsa pasarnya lebih luas,” tandasnya. gia