Golkar Tanggapi Resmi Ketidakhadiran Fraksi, Bukan Koalisi atau Oposisi, Rakyat Butuh Kesejahteraan

MANGUPURA – Fraksi Golkar DPRD Badung secara resmi menyanggah perihal ketidakhadiran fraksi dalam rapat paripurna beberapa hari lalu bukan abai terhadap kewajiban. Sanggahan itu disampaikan Fraksi Golkar di sela-sela Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna DPRD Badung, Selasa (18/8/2020).

Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata bersama Wakilnya I Wayan Suyasa dan I Made Sunarta itu juga dihadiri Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta; bersama Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa serta anggota DPRD Badung dan juga sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung.

Bacaan Lainnya

Melalui pembaca PU, I gede Suardika, Fraksi Golkar menegaskan, peraturan memberikan ruang ketidakhadiran anggota DPRD 1/3 dalam pengambilan keputusan. Ketidakhadiran tentu disebabkan oleh situasi dan kondisi yang terjadi.

“Ketidak hadiran tersebut bukan semata-mata ingkar terhadap kewajiban, kita sepakat bila demokrasi merupakan pilihan paling baik dalam menyelenggarakan pemerintahan dan menjadikan hukum sebagai panglimanya,” katanya.

Menurut Golkar, untuk merawat dan mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi terutama dalam substansi kepemimpinan, perlu memberikan rasa adil bagi rakyat. “Karena bagi rakyat, politik bukan urusan koalisi atau oposisi, tapi bagaimana kebijakan publik mengubah kehidupannya ke arah yang lebih sejahtera,” katanya.

Baca juga :  Golkar-Demokrat Keberatan Penambahan Kursi Legislatif Terancam Batal, Suyasa: PKPU Tegas Mengatur

Fraksi yang dikomandoi IGN Shaskara itu menyebutkan, pada era sekarang umat manusia sejagat memasuki era beradab yang kini dikontrol oleh hukum dan etika agama yang seharusnya menjadi puncak tata nilai yang paling beradab. Akan tetapi menurut Golkar, hal itu justru sering disampingkan untuk memperluas wilayah kekuasaan atau melegalisasi kepentingan kelompok atas tafsir kebenaran yang egois.

Diakuinya, politik bersentuhan dengan segala aktivitas untuk menjaga dan mempertahankan kekuasaan, akan tetapi perlu adanya sentuhan sentuhan etis dan relegi. Jika tidak, lanjut dia, pemangku kekuasaan bisa liar dan terjadi disharmoni kehidupan politik. “Untuk itu agar pemerintah dan kita bersama-sama mampu menciptakan suasana yang menyejukkan,” baca Suardika. 020

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.