ADANYA usulan mengadakan sipeng (Nyepi) tiga hari tanggal 18,19 dan 20 April 2020 terkait penyebaran Covid-19 mendapat tanggapan keras dari sejumlah anggota masyarakat Bali.
Usulan itu dianggap usaha mencari panggung di balik krisis wabah penyakit dan bertentangan dengan PP 21 PSBB yang dikeluarkan Presiden RI Joko Widodo.
“Bali merupakan bagian dari NKRI. Tidak boleh melakukan kegiatan semacam lockdown untuk menanggulangi penyebaran Covid-19. Ini sama saja menduplikasi hari suci, di mana Nyepi biasanya dilakukan setahun sekali,” kata seorang Dosen Fakultas Ekonomi Unud Dr. Sudjana Budhi di sebuah Wasthap Grup (WAG) media sosial yang di unggah Senen, 6 April 2020.
Ia mengatakan, adat dan agama dipakai “belog ajum”, tidak bisa seperti itu, sebab kalau itu dijalankan pasti Gubernur Bali tidak setuju sebab sama saja dengan lockdown yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Salah satu pengikut WAG itu dengan nomor telpon 08113891xxx berpendapat usulan nyepi tiga hari sangat berbahaya, sebab merupakan desakralisasi Hari raya besar keagamaan.
Sementara itu anggota WAG itu dengan nomor HP 08135325xxx menyebutkan, Nyepi 3 hari terlalu lama. Lagian percuma juga Nyepi hanya bertlaku bagi Warga Desa Adat,sementara warga masuk dinas (dengan agama non-Hindu), tidak ikut melaksanakan.
WAG dengan nomor HP 08113891xxx menulis: Buta kala diajak bersekutu, agar panca baha buta menjadi somya nya sempurna. Kalau pola pikir seperti itu, setiap tahun saja Nyepi sekalian satu bulan penuh supaya penduduk Bali semua MOKSA……. Namun di bagin lain pemilik HP ini juga menulis …….. pada titik tertentu saya tidak bisa ikuti kaedah modelnya. Tetapi teori tentang agama untuk dapatkan presitise di masyarakat itu, lazim terjadi di semua agama di dunia.
Sebagaimana diketahui sebelumnya Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Panglisir Agung Putra Sukahet mengusulkan mengadakan hari sipeng (Nyepi bagi Umat Hindu) selama tiga hari tanggal 18,19 dan 20 April 2020 ini, guna mengurangi penyebaran penyakit Covid-19 di Bali.
Ia minta masyarakat yang bergama lain berpartispasi dalam program tersebut.
Tokoh Adat itu juga mengatakan, ini baru sepanjang usulan, sebab akan dirapatkan dengan PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) tanggal 8 April 2020.
Ide itu sudah tersebar di sejumlah media massa, bahkan menjadi viral, sehingga banyak pihak memberikan komentar.(*)