Oleh Dr Drs I Ketut Suardana M.Fil. H
“Dari Arena Ego menuju Arena Kesadaran”
LATAR BELAKANG TEORI
Citta, Rasa, Karsa.
Intisari spiritual dari Nusantara (Jawa & Bali).
Manusia dapat mencapai pencerahan melalui kebijaksanaan spiritual, refleksi diri, dan mempercepat proses tersebut dengan bantuan teknologi.
Visi: Masyarakat yang damai dan saling menghormati, termasuk di ruang publik seperti stadion sepak bola.
“Seluruh dunia adalah satu keluarga.” — Vasudhaiva Kutumbakam.
Landasan Spiritual untuk Melawan Kekerasan
“Jadilah perubahan yang ingin kamu lihat di dunia.” — Mahatma Gandhi
Perwujudan Visi: Kembali ke Hakikat Kemanusiaan
Pusat batin manusia:
– Citta (kognisi/pikiran)
– Rasa (intuisi & emosi)
– Karsa (niat & kehendak)
Kita menghadapi ketidakseimbangan akibat pertumbuhan teknologi dan modernisasi yang cepat. Kembali ke landasan spiritual menjadi penting untuk memulihkan keseimbangan dan harmoni.
Bayangan dibalik kejayaan
Olahraga seharusnya merayakan kehidupan dan keharmonisan. Namun sering kali dibayangi oleh:
– Kekerasan antar suporter
– Konflik antar pemain dan pelatih
– Tekanan mental yang menyebabkan kelelahan jiwa.
Citta:
-Menenangkan pikiran yang reaktif
-Kejernihan dalam mengambil keputusan di bawah tekanan.
-Dalam olahraga: mindfulness, fokus, dan sportivitas.
Rasa:
-Mengenali emosi dalam diri dan orang lain.
-Melihat lawan sebagai sesama pencari makna.
-Dalam olahraga: saling menghormati di semua peran
“Hormat adalah inti sejati dari olahraga.” — Billie Jean King
Karsa:
-Kehendak untuk bertindak secara bajik.
-Bertanding bukan untuk mengalahkan, tetapi untuk berkembang.
-Menginspirasi melalui tindakan.
Tujuan dan Niat Mulia
Dari medan perang ke Mandala. Dengan mengintegrasikan Citta, Rasa, dan Karsa:
Bagaimana Menerapkan dalam kehidupan nyata?
Perjalanan Hening Atlet Berjiwa Olahraga bisa menjadi sumber kekerasan…
Atau jalan menuju pertumbuhan batin —
Jika setiap gerakan berpijak pada: Citta (kejernihan), Rasa (kemurnian), Karsa (keluhuran)
Siapa yang Anda Pilih untuk Jadi di Arena?
-Atlet yang reaktif, atau atlet yang penuh kesadaran?
-Pelatih yang menekan, atau pelatih yang hadir secara utuh?
-Suporter yang marah, atau suara damai?
“Ketika kita bermain bukan untuk menang, tetapi untuk tumbuh, olahraga menjadi praktik spiritual.” — Terinspirasi dari kearifan Nusantara
Citta, Rasa, dan Karsa — Inti Spiritualitas Jiwa Nusantara. Bukan sekadar konsep batin, tetapi kekuatan pencipta realitas bersama.
Jika dimurnikan dan selaras, mereka menjadi fondasi spiritual dan praktis untuk mewujudkan visi global:
Satu Langit – Satu Bumi – Satu Kemanusiaan
CITTA — Kesadaran Jernih untuk Satu Langit
Citta adalah kesadaran, visi batin, dan kemampuan melihat keterhubungan segala hal.
Dengan Citta yang tercerahkan, kita mulai melihat langit yang sama di atas semua bangsa, agama, dan ras.
Citta melahirkan pencerahan — dan pencerahan melampaui semua batas.
Di dunia saat ini, Citta kolektif dapat dimurnikan melalui:
-Pendidikan berbasis nilai.
-Media yang meningkatkan kesadaran
-Tekonologi yang menyebarkan kebenaran, bukan kebencian
RASA — Empati Murni untuk Satu Kemanusiaan
Rasa bukan hanya emosi, tapi kemampuan merasakan keberadaan orang lain seakan mereka adalah diri kita sendiri.
Jika Rasa bebas dari ego dan dendam, ia dapat:
-Menghapus batas ras, bangsa, dan kelas
.
-Membangun empati lintas benua
.
-Menciptakan umat manusia yang disatukan oleh satu hati
Rasa murni adalah jembatan antar jiwa manusia.
KARSA — Kehendak Mulia untuk Satu Bumi
Karsa adalah tindakan yang disengaja — kekuatan kehendak yang lahir dari Citta dan Rasa yang selaras.
Dengan Karsa yang bercahaya, kita bertindak:
-Bukan untuk menguasai, tapi untuk melestarikan.
-Bukan demi kepentingan diri, tetapi demi kebaikan semua makhluk
-Untuk merawat Bumi, bukan menaklukkannya.
Karsa spiritual melahirkan tindakan global yang harmonis dan berkelanjutan.
Saat citta, rasa dan karsa bersatu
“Citta adalah mata, Rasa adalah hati, Karsa adalah langkah. Bersama, mereka membimbing umat manusia menuju satu langit tanpa batas, Satu bumi yang suci, Dan satu keluarga jiwa-penjaga. (*)