SAYA akan mencoba mengubah pola pikir sesuai atau sama dengan logika berpikir pejabat PHDI, Pejabat Negara, Kepala Daerah, Tokoh Masyarakat, Penekun Spiritual, Ahli Kitab Weda dan Umat Hindu Bali lainnya di Bali yang tidak tergerak hatinya bahwa bahaya HK adalah nyata.
Mereka terdiri dari golongan diam, tidak peduli, memilih dengan cara elegan menolak HK menurut pikiran mereka, berpikir bhakta HK adalah nyama Bali, memandang kebebasan berkeyakinan dijamin UU, berteriak tolak HK mengaku garda depan, tapi jangankan orang turun ke jalan menyuarakan tolak HK. Mereka diam di rumah, komen saja ga pernah, menggebu gebu dengan segala dalilnya menolak HK, tapi tidak pernah berbuat nyata dan orang lainnya yang sinis akan pergerakan menolak Hare Krishna.
Semua sah sah saja karena didasari oleh pemahaman akan agama Hindu Bali berbeda beda perspektifnya. Sayapun sekarang akan mengikuti logika berpikir salah satu dari mereka. Taruhlah saya paham agama, tetapi saya menjadi penonton atas sepak terjang Hare Krishna di Bali.
Begitu juga umat Hindu Bali lainnya diam mengikuti cara berpikir mereka yang tidak mempermasalahkan HK di Bali. Lalu, Hare Krishna akan berkembang pesat dalam gerakannya mencari bhakta sebanyak banyaknya di Bali. Gerakan dimulai mempengaruhi pejabat, masuk dalam dunia pendidikan dari SD hingga Perguruan Tinggi, menyusup dalam ajaran dan ritual Hindu Bali, menggunakan maha karya warisan leluhur Bali seperti tari, gamelan, kidung dan lain lainya.
Hare Krishna akan kuat dan jumlahnya banyak, lalu mulailah masuk Desa Adat. Setelah desa adat dikuasai, terjadilah perubahan awig awig desa adat yang berkenaan langsung dengan agama Hindu Bali. Kegiatan mebat hilang, pecaruan dengan korban binatang hilang, fungsi pura Kahyangan Tiga berubah, banten hilang, pura akan berubah bentuk dan fungsi menjadi Ashram pemujaan Srilla Prabhupada.
Kita tetap diam mengalah tidak boleh melawan karena sama sama Hindu. Sebagian besar umat Hindu akan menjadi bhakta Krishna dan saya mungkin akan hanya di rumah saja sembahyang sebab semuanya telah berubah. Situasi seperti inilah yang diinginkan oleh ISKCON berdasarkan Grand Design 50 tahun ISKCON/Hare Krishna.
Setelah 100 tahun, bukan isapan jempol kalo Bali sudah hilang total ke-Bali-annya. Pura besar kemungkinan berubah fungsi menjadi ashram HK atau menjadi cagar budaya seperti Borobudur.
Apakah ini yang diinginkan umat Hindu Bali yang selalu bicara kebijaksanaan, sinis dan tidak mau peduli polemik keberadaan HK di Bali…? (Putu Agus Setiawan)