TIDAK ada maksud melukai hati para PMI (Pekerja Migran Indonesia) asal Bali. Mereka adalah SDM profesional yang sebagian besar bekerja sebagai ABK (Anak Buah Kapal) pesiar yang mewah, dan belakangan ikut memberikan konstribusi terhadap ekonomi Bali.
Tetapi dengan merebaknya Corona (Covid-19) di Bali, PMI memberikan tambahan juga terhadap jumlah imported case terhadap perkembangan wabah tersebut.
Berdasarkan catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, per Sabtu lalu, tercatat 183 kasus Corona terdiri atas 8 orang WNA dan 175 WNI.
Dari jumlah itu, terdata 111 PMI asal Bali, 3 orang PMI non-Bali, 21 orang dari daerah terjangkit dan 40 orang merupakan trasmisi lokal. Prosentasenya 21,85% merupakan transmisi lokal, dan 78,15% melalui imported case (kasus luar dari PMI).
Melihat kondisi tersebut, masyarakat Bali, baik pemerintah, masyarakat dan keluarga PMI harus bersama-sama waspada. Awas di lingkungan masing-masing. Sebab kalau tidak dilakukan pengawasan dan penanganan yang ketat, akan membawa dampak buruk bagi Bali sendiri, terutama keluarga PMI tersebut. Tidak perlu emosional. Kita harus sadar, sebab Corona gelap mata menyerang siapa pun.
Semua sepakat, PMI khususnya asal Bali yang selama ini mencari pekerjaan di luar negeri harus diterima dengan baik. Mereka tidak boleh ditelantarkan. Malahan harus diperiksa kesehatan mereka sebaik-baiknya. Lakukan isolasi sesuai protokol kesehatan Corona.
Tidak boleh ada satu pun di antara mereka termasuk keluarga melakukan “pembangkangan”, alias menolak untuk masuk isolasi. Mereka yang terjangkit berdasarkan hasil pemeriksaan protokol kesehatan, harus dirumahsakitkan di RS yang sudah disiapkan guna mendapat perawatan.
Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, naiknya wabah Corona di Bali memang bergantung dari imported case tersebut. Kini PMI yang sudah pulang ke Bali lebih dari 10.000 orang dari 20.000 yang diperkirakan menjadi ABK. Memang tidak semuanya pulang. Tetapi paling tidak bakal ada lagi 5.000-an akan pulang ke Bali, karena di tempat kerjanya juga sepi. Sama halnya dengan Bali, pelancong nol persen saat ini.
Berkaitan dengan hal ini, Gubernur Koster sudah mengambil langkah strategis dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 di Bali.
Akibat ada dominasi imported case tersebut, Wayan Koster mengefektifkan pendataan PMI/ABK dengan berbasis desa adat. Desa Adat diberikan tugas ikut mencatat PMI, sehingga data semakin valid.
Persoalan itu memang perlu dilakukan, sebab banyak PMI turun di Bandara luar Bali, pulang melalui darat yang mungkin saja lolos dalam pemeriksaan. Kalau mereka yang datang melalui Bandara Ngurah Rai dan Benoa, pasti sudah diperiksa dengan ketat sehingga dapat dipilah mana yang ditangani pemerintah kabupaten/kota, dan yang terjangkit Corona langsung ditangani Pemprov Bali.
Pokoknya, kita harus mewaspadai PMI/ABK tersebut karena masih ribuan yang akan pulang akibat dampak dari wabah Corona yang melanda dunia ini, tanpa mengurangi kewaspadaan terhadap transmisi lokal.
Pendatang dari zona merah (Jawa umumnya), juga menjadi perhatian serius Satgas. Kalau mereka meluber ke Bali dalam kondisi perihatin ini, akan membawa dampak sosial-ekonomi termasuk kesehatan bagi masyarakat Bali sendiri.
Sebagai daerah tujuan wisata, untuk sementara barangkali — sejenak “menutup pintu” dalam menerima tamu.
[Made Nariana, Wartawan SK POSBALI]