POSMERDEKA.COM, MATARAM – Isak tangis mewarnai rapat dengar pendapat (hearing) puluhan guru honorer di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB dengan Komisi V DPRD NTB, Sabtu (22/2/2025).
Sebab, meski mengabdi antara 20-22 tahun di sekolah, tapi mereka tak kunjung diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mirisnya, justru siswa mereka banyak yang diangkat menjadi ASN dan PPPK.
“Kami mau diperjuangkan, kami capek 22 tahun berjuang mulai demo dan lain-lain. Termasuk mengadu ke Pak Jokowi saat berkunjung ke Lembar. Tapi perjuangan itu enggak ada kepastian untuk diangkat menjadi PPPK,” ujar Rina Sudiawati, guru honorer SMKN 1 Lembar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) sembari mengusap air mata yang mengucur.
Rina bersama 25 guru honorer mengadukan hal itu dengan membawa SK pengangkatan mereka bertugas di sekolah. Setiap ada pembukaan formasi PPPK, sebutnya, mereka diminta ikut tapi selalu kalah dengan yang baru-baru. “Mana janji dari era Pak SBY hingga Pak Jokowi untuk menuntaskan honorer K-2 ini?” sergahnya.
Anggota Komisi V DPRD NTB, Muhammad Jamhur, menyesalkan momen pengaduan para guru honorer ini tidak dihadiri Kepala Dinas Dikbud NTB, Aidy Furqan; dan Plt. Kepala Badan Kepegawaian Daerah NTB, Yusron Hadi. “Kami minta perwakilan Dikbud dan BKD untuk terus terang dan terang terus. Jangan abu-abu menjawab persoalan guru kita ini,” ucapnya saat menerima pengaduan.
Legislator Didi Sumardi turut mendesak Dikbud dan BKD untuk memperjuangkan nasib ratusan guru honorer berstatus K2. Dia menuntut guru honorer K2 ini harus diperlakukan adil dengan K1. “BKD dan Dikbud kami harap tidak hanya bicara soal regulasi, tapi harus ada empati dengan kondisi mereka,” desaknya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan progresif untuk menyelamatkan para honorer itu. Dia bilang mendengar ada honorer diberi opsi menjadi tenaga PPPK paruh waktu, yang dinilai makin tidak adil pemerintah.
“Ini zalim, apa bedanya dengan zaman penjajahan? Sebagai bagian dari rasa kemanusiaan harus adil kita, tolong carikan jalan keluar. Bila perlu kami bawa masalah ini jika harus demo ke pusat,” lugas Didi, seraya menyarankan 512 guru honorer K2 bisa menemui Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, sepulang dari retret di Magelang.
Terpisah, Sub. Bidang Data dan Informasi BKD NTB, Savitri, yang mewakili Yusron Hadi, mengaku menyelesaikan masa kerja K2 seluruh honorer diangkat pada periode masa kerja 2005 hingga 2014.
Dia mengeklaim dari 15.983 pegawai di Pemprov NTB, baik guru dan tenaga administrasi di sekolah-sekolah, 6.843 orang di antaranya diangkat menjadi PPPK sesuai regulasi. Sisa tenaga guru dan administrasi di sekolah berstatus K2 sebanyak 514 orang. Tenaga teknis 92 orang mendaftar, dan dinyatakan lulus 86 orang. “Sisanya sekarang 425 K2,” paparnya.
“K2 ini kami harus ngomong ke pusat. Mohon maaf, karena para guru kita kan sudah tua ya, kalau tes mereka tidak bisa lolos. Jadi harus ada kebijakan meloloskan mereka tanpa tes, atau tes secara formalitas saja,” sarannya.
Untuk menyelamatkan 512 K2 ini, sambungnya, mereka harus masuk pendaftar prioritas pertama pada pendaftaran PPPK tahun 2025. “Kami plot formasi mereka di BKD untuk menyelamatkan mereka. Yang memiliki formasi dan tempatnya kami yang akan tentukan, karena kami yang akan tentukan kelulusan mereka,” janjinya.
Menanggapi itu, Awaludin, guru honor di SMK 1 Lembar, mengaku senang mendengar opsi yang ditawarkan BKD NTB. Karena sudah mengabdi 20 tahun, dia tetap minta kepastian lulus jika formasi ditentukan BKD NTB. “Kami minta ini harus dikawal agar kami pasti bisa lulus,” harapnya. rul