POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Ngayah merupakan kewajiban sosial pada masyarakat Bali, sebagai penerapan ajaran karma marga yang dilakukan secara gotong-royong dengan hati yang ikhlas. Tradisi ngayah dalam masyarakat Bali merujuk pada sebuah prinsip gotong-royong atau kerja sama sukarela dalam membantu melaksanakan suatu acara atau kegiatan sosial, budaya, atau keagamaan. Demikian diungkapan seniman topeng, Jero Mangku Ketut Jagra, saat ngayah upacara penganyar di Pura Batur, Kintamani, Selasa (2/4/2024).
Jero Mangku Ketut panggilan akrabnya juga menyampaikan bahwa seka topeng yang dibawanya mempunyai visi dan misi bahwa ngayah di atas segala-galanya. ‘’Ngayah juga menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai budaya seperti keikhlasan, kerja sama, saling membantu, dan menghargai keragaman,’’ imbuhnya.
Seniman Legong, Gusti Agung Mas Susilawati, dari Banjar Eka Dharma, Sumerta Kauh, mengungkapkan, rasa bahagianya ketika mendengar ada kegiatan ngayah di Pura Batur, Kintamani. Menurut dia, ngayah itu adalah panggilan jiwa, sehingga dilakukan dengan tulus dan ikhlas tanpa paksaan.
Ia menambahkan untuk agenda ngayah kali ini tarian yang dibawakan yaitu tari Rejang Renteng dan Rejang Sari. Tarian yang ditampilkan di Pura Batur merupakan salah satu tarian sakral di Bali. Sekitar 15 penari ini merupakan ibu-ibu PKK yang ada di banjarnya dengan penuh semangat untuk untuk ngayah. Gerak-gerik tari ini sangat sederhana, biasanya tari Rejang Renteng ini diselenggarakan di pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara keagamaan. Para penarinya mengenakan pakaian upacara yang sederhana dan bernuansa putih kuning.
Ucapan terima kasih juga diungkapkan salah satu penabuh, Gede Eka Adnyana, kepada para penari dan penabuh bahwa acara ngayah sudah berjalan dengan baik dan lancer. Ke depan ditargetkan semua yang tergabung dalam seka ini bisa ngayah di tempat lain sebagai wujud bakti sebagai umat senantiasa harus berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. tra