HBK : Food Estate Perikanan-Kelautan NTB Harus Berskala Besar

HBK (kiri) saat mendengar curhat para petani di Pulau Lombok terkait mahalnya harga pupuk, Senin (23/1/2023). Foto: ist

MATARAM – Anggota DPR RI, Bambang Kristiono, mengingatkan saatnya NTB memiliki program Food Estate berskala besar di sektor kelautan dan perikanan, karena memiliki luas perairan laut 29.159 kilometer persegi dengan panjang garis pantai 2.333 kilometer.

Dengan luas tersebut, lebih dari cukup sebagai modal dasar untuk mewujudkan Food Estate sektor maritim. “NTB punya sumber daya laut melimpah, potensinya triliunan rupiah per tahun,” kata HBK, panggilan akrabnya, Senin (23/1/2023).

Bacaan Lainnya

HBK menegaskan, luas perairan NTB mencakup 59 persen dari luas wilayah. “Karena itu, pembangunan sektor perikanan dan kelautan tak boleh lagi dinomorduakan, dan sangat potensial sebagai sumber pangan serta penopang swasembada pangan,” papar Wakil Ketua Komisi I DPR RI ini.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menyebutkan, potensi produksi perikanan tangkap mencapai 185.518 ton per tahun. Perairan pantai bisa mencapai 67.906 ton, dan dari perairan lepas pantai 61.957 ton per tahun. Sementara khusus dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) saja, potensi perikanan tangkap NTB bisa mencapai 298.576 ton per tahun.

NTB selama ini dikenal kaya dengan ikan tangkap berbagai jenis seperti cakalang, tongkol, tuna, cumi-cumi, ikan ekor kuning, ikan hiu botol, udang, dan ikan hias. Dari sektor budidaya, memiliki potensi areal seluas 72.862 hektar, budidaya air payau dengan potensi areal seluas 27.927 hektar, dan budidaya air tawar dengan potensi seluas 31.758 hektar.

Baca juga :  Sudah 87,43 Persen Warga Bali divaksinasi Covid-19 Lengkap

Dengan potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya sebesar itu, kata HBK, sangat memungkinkan NTB mewujudkan keberadaan Food Estate di bidang maritim. Semua bisa terintegrasi jika ditopang industrialisasi Food Estate berskala besar.

Mewujudkan Food Estate kelautan dan perikanan, NTB dinilai memiliki modal awal cukup kuat. Di Pulau Lombok misalnya, terdapat beberapa kawasan minapolitan, antara lain di Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng); dan di kawasan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).

Khusus di Teluk Awang, saat ini ditopang eksistensi Pelabuhan Perikanan Nusantara Teluk Awang. Di pelabuhan ini, produksi ikan mencapai 80 ribu ton per tahun dengan ditopang beroperasinya secara harian kapal tangkap dengan kapasitas 100 GT yang mencapai 100 unit.

“Dari Teluk Awang hanya sekitar 20 menitan untuk sampai di bandara internasional. Ini sangat vital untuk pemasaran produk industri pengolahan dengan tujuan ekspor,” terang HBK.

Selain kawasan Minapolitan tersebut, HBK juga menyebut NTB memiliki kawasan Teluk Saleh di Pulau Sumbawa. Bersama kawasan yang dikenal dengan sebutan Samota, kawasan ini memiliki potensi perikanan dan kelautan tak kurang dari Rp 11,6 triliun per tahun.

Landasan hukum mewujudkan Food Estate di sektor maritim, ungkapnya, juga cukup kuat dengan hadirnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Karena itu, HBK menegaskan mewujudkan Food Estate adalah solusi sekaligus jawaban menyejahterakan masyarakat.

Baca juga :  Puluhan Mobil Mewah Nunggak Pajak

Pun demi menjaga sumber pangan, serta mewujudkan swasembada pangan. Saat ini, ada setidaknya 75 ribu masyarakat NTB hidup dan bermukim di kawasan-kawasan pesisir sebagai nelayan.

“Bila Food Estate sektor kelautan dan perikanan ini ditopang dengan industri pengolahan, akan menjadi langkah nyata meningkatkan taraf hidup para nelayan. Sebab, ikan hasil tangkapan mereka bisa diserap industri pengolahan,” beber HBK dengan nada optimis. rul

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.