POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Adanya catatan dari BPK RI terhadap LKPD Provinsi Bali 2022 menjadi atensi serius DPRD Bali, dengan minta Pemprov Bali segera melakukan perbaikan dengan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK RI. Seruan disampaikan saat rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat akhir Dewan terkait Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Bali 2022, Senin (3/7/2023). Paripurna dipimpin Ketua DPRD Nyoman Adi Wiryatama, dihadiri Gubernur Bali, Wayan Koster, dengan para kepala OPD Pemprov.
Koordinator Pembahas Raperda, Gede Kusuma Putra, mengatakan, semua catatan dan temuan pemeriksaan BPK RI Perwakilan Bali agar ditindaklanjuti segera. Pun memperhatikan batasan waktu yang diatur perundang-undangan. BPK RI memuat sembilan temuan dan 29 rekomendasi yang diperhatikan, yakni temuan terkait belanja sebanyak empat temuan dengan 10 rekomendasi; temuan terkait transfer sebanyak satu temuan dengan tiga rekomendasi; dan temuan terkait aset sebanyak empat temuan dengan 16 rekomendasi.
Hal lain yang disorot adalah pendapatan daerah tahun 2022 terealisasi Rp5,88 triliun lebih atau 105,17 persen dari dianggarkan Rp5,59 triliun lebih. Namun, turun 0,63 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2021 yang mencapai Rp5,92 triliun lebih. Belanja dan transfer terealisasi Rp6,74 triliun lebih, naik 7,64 persen dibandingkan tahun 2021 yang hanya Rp6,27 triliun lebih.
Defisit setelah perubahan dianggarkan Rp1,94 triliun lebih, realisasinya Rp 863,66 miliar lebih. “Mengingat besarnya defisit 2022 adalah Rp863,66 miliar, maka besarnya Silpa adalah Rp330,13 miliar lebih,” sebut politisi PDIP yang tujuh berturut-turut menjadi koordinator pembahas raperda APBD.
Realisasi APBD Provinsi Bali 2022, sebutnya, dari total belanja dan transfer mengalami peningkatan Rp478,77 miliar lebih atau naik 7,64 persen dibandingkan tahun 2021. Tahun 2022 sebesar Rp6,749 triliun lebih, sedangkan tahun 2021 Rp6,27 triliun lebih. “Dibandingkan dengan tahun 2021, kecuali inflasi, enam indikator makro ekonomi menunjukan performa baik,” pujinya.
Dibandingkan dengan rerata nasional, ada tiga indikator makro ekonomi yang masih perlu menjadi perhatian, yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi dan PDRB Per Kapita. Dibandingkan dengan target RPJMD, kecuali pertumbuhan ekonomi, enam indikator makro ekonomi lainnya belum mencapai target.
Mencermati Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Bali yang diaudit BPK RI, ada beberapa catatan dan rekomendasi yang disampaikan legislatif. Mengingat celah fiskal kondisi keuangan daerah dalam tiga tahun terakhir semakin sempit, di sisi lain UU Nomor 15/2023 tentang Provinsi Bali telah diundangkan, Dewan mendesak Pemprov secepatnya menyiapkan beberapa kemungkinan regulasi baru, perda atau pergub. Tujuannya untuk memungkinkan mendapat manfaat dari UU tersebut, khususnya guna meningkatkan PAD.
Kemudian penguatan dan perluasan industri pengolahan hasil hasil produksi sektor primer, diprioritaskan dan dilakukan serius serta berkesinambungan. Sebab, program ini akan memberikan efek ekonomi berganda . “Setidaknya ada penambahan investasi, berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, tersedianya lapangan kerja yang berujung pada pengurangan pengangguran, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ulas mantan dosen ekonomi itu.
Manfaat lain, sambungnya, ada proses yang menjadikan ada nilai tambah yang berdampak terhadap PDRB Per Kapita. Ada transformasi ekonomi, akan ada keseimbangan ekonomi baru antara sektor primer, sekunder dan tersier. “Sektor primer dan sekunder akan bisa memberi tambahan kontribusi GDP Regional ekonomi Bali, yang selama ini didominasi sektor tersier,” lugasnya menandaskan.
Dalam pendapat akhirnya, Gubernur Koster mengucapkan terima kasih atas disetujuinya Raperda Pertanggungjawaban APBD 2022 oleh Dewan. “Hal ini menunjukkan dukungan dan kerja sama Dewan terhormat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Bali,” sebutnya. hen






















