JEMBRANA – Tanah Negara (TN) di Gilimanuk yang ditempati ribuan warga selalu dijadikan bahan politik dengan janji tanah tersebut akan disertifikatkan menjadi hak milik warga. Hasil penelusuran, diketahui bahwa tanah tersebut tetap tidak akan bisa dijadikan hak milik, sehingga janji politik Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, soal ini dianggap hanya omong doang (omdo).
Ketua Pansus Tanah Gilimanuk, Ketut Sudiasa, Rabu (9/2/2022) mengatakan, setelah ditelusuri bersama Bupati Tamba, pihaknya mendapatkan informasi bahwa tanah Gilimanuk, pada tahun 1992, Negara telah memberikan hak pengelolaan kepada kabupaten seluas 144 hektare lebih. Oleh karena itu, keinginan Bupati mengubah status tanah dari hak guna bangunan (HGB) ke hak milik itu belum bisa.
Dikatakan, belum ketemu aturan yang mengatur itu. Bahkan, dari HGB yang diberikan kepada masyarakat Gilimanuk, muncul masalah baru di mana pembayaran sewa tidak bagus dan tidak jelas.
“Sampai saat ini status tanah Gilimanuk masih menjadi HGB, belum bisa diubah menjadi hak milik. Kami belum menemukan aturan terkait masalah itu. Kami juga sudah konsultasi dengan dua tim ahli yang juga pakar hukum Prof. Windia dan pakar hukum internasional Prof. Parikesit,” terangnya.
Lebih lanjut Sudiasa mengatakan, memang sebelumnya Nengah Tamba pernah menjanjikan kalau tanah Gilimanuk bisa menjadi hak milik. Karena itulah DPRD ingin menelusuri terkait ini.
“Kami tidak ingin masalah tanah Gilimanuk selalu menjadi komoditas politik setiap hajatan pemilihan, kemudian muncul pahlawan-pahlawan yang mengaku bisa menyelesaikan tanah Gilimanuk,” jelasnya.
Dengan adanya temuan sebesar Rp870 juta, pihak DPRD Jembrana pun meminta agar diselesaikan sehingga tidak terus jadi temuan. Demikian juga dewan tidak menginginkan adanya ‘permainan’ di bawah seperti ada yang menguasai beberapa lahan dan disewakan.
“Masalah temuan tunggakan Rp870 juta ini secara tidak sengaja muncul karena kami awalnya fokus ke status tanah. Kami sempat koordinasi tanah Gilimanuk diberikan hak penuh kepada warga yang terkena bencana, keluarga sangat miskin. Namun di Gilimanuk syarat ini belum bisa,” katanya.
Oleh karena itu, Pansus bersama tim ahli yang ada memberi rekomendasi kepada Pemkab Jembrana. Agar sama-sama nyaman, pemerintah tetap terhormat dan masyarakat tidak tercederai. “Jika nantinya Bupati ada terobosan lain untuk status tanah ini ya silakan. Atau bisa berjuang ke pusat,” pungkas Sudiasa. man