POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Praktik politik uang kembali menjadi sorotan utama dalam diskusi Bawaslu Bali bersama mahasiswa Stikom Bali, Kamis (18/9/2025). Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, menegaskan, menerima uang dari calon peserta pemilu sama saja dengan menjual murah nilai demokrasi.
“Dapat uang pasti senang, tapi kalau sampai menggadaikan masa depan bangsa lima tahun, apa itu setimpal? Begitulah kondisi negara kita kalau kalian menormalisasi politik uang,” pesan Ariyani saat menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai praktik menerima uang, tapi tetap memilih calon lain.
Menurut Ariyani, politik uang bukan hanya merusak kualitas pemilu, juga dapat menjerat masyarakat pada sanksi pidana dan denda. Secara hukum, penerima maupun pemberi bisa dijerat hukuman. Karena itu, dia mengingatkan generasi muda untuk berani menolak, dan tidak tergoda dengan iming-iming materi.
“Politik uang itu ibarat racun. Terlihat menguntungkan sesaat, tapi dampaknya merusak demokrasi dan masa depan bangsa,” tegasnya.
Selepas mengisi kegiatan, Ariyani menekankan alasan mengapa Bawaslu gencar melakukan sosialisasi kepada generasi muda. Menurutnya, generasi muda adalah kelompok yang paling banyak terpapar informasi di internet. Karena itu, mereka diharap dapat menjadi penyambung lidah bagi lingkungan sekitar, termasuk keluarga, dalam menyebarkan informasi tentang aturan dan larangan dalam pemilu.
Ariyani mengaku yakin Gen Z adalah generasi yang paling banyak terpapar informasi. Hanya, mereka sering dianggap apatis. Padahal awalnya mereka riset dan peduli, tapi kemudian kecewa setelah menerima arus informasi negatif tentang politik. Karena itu, Bawaslu ingin mereka menjadi penyambung lidah Bawaslu di lingkungannya.
“Yang membutuhkan informasi bukan hanya generasi muda, tapi juga nenek dan kakeknya. Sayangnya, forum diskusi yang mengundang orang lanjut usia masih sangat terbatas,” papar komisioner asal Buleleng itu.
Lebih jauh Ariyani mengisahkan, banyak kasus penerimaan politik uang di masyarakat justru terjadi karena ketidaktahuan. Menimbang realitas itu, mahasiswa dan generasi muda diharap menjadi penyambung literasi demokrasi. Dengan demikian informasi yang benar tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pemilu, dapat tersebar luas hingga ke lapisan masyarakat yang lebih tua.
“Politik uang itu sangat berbahaya, baik bagi bangsa maupun bagi individu yang terlibat. Kalau memang belum bisa menolaknya demi bangsa, maka tolaklah demi keluarga,” pintanya memungkasi. hen