POSMERDEKA.COM, MATARAM – Kerusakan lingkungan jadi permasalahan serius di Provinsi NTB, bahkan memicu berbagai bencana alam. Yang terbaru, banjir bandang dan tanah longsor menelan korban delapan warga di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima pada Minggu (2/2/2025).
Sayang, upaya perbaikan lingkungan kurang serius dilakukan pemerintah daerah. “Banjir bandang di Kabupaten Bima itu karena kawasan hutan yang gundul. Makanya kegiatan penanaman kembali (reboisasi) harus mulai dimasifkan,” kata anggota DPRD NTB, Made Slamet, Kamis (6/2/2025).
Dia mendorong Pemprov kembali menggalakkan gerakan reboisasi sebagai langkah preventif mencegah kerusakan hutan lebih lanjut. Pun mengurangi potensi bencana alam. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memastikan ketersediaan bibit pohon secara massal, dan mengajak masyarakat terlibat langsung dalam penanaman.
“Sediakan bibit pohon yang sesuai dengan lingkungan lokal seperti kemiri, yang tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi, juga berfungsi sebagai konservasi tanah. Gerakan penghijauan ini harus diinisiasi pemerintah,” kata politisi PDIP itu.
Selain pengadaan bibit, sambungnya, juga menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penghijauan kembali hutan-hutan gundul. Pemerintah juga perlu menggencarkan penyuluhan mengenai dampak langsung kerusakan hutan, seperti banjir yang semakin meluas.
Tidak hanya perlu dilibatkan dalam proses penanaman pohon, dia menilai masyarakat juga diberi pemahaman tentang cara merawat pohon dan memberi manfaat jangka panjang. Pengalaman korban banjir akibat kerusakan alam dapat menjadi bahan edukasi yang efektif.
Dengan kerja sama lebih erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan semangat penghijauan dapat bangkit kembali. Pula memberi dampak positif bagi lingkungan, dan mengurangi risiko bencana alam di masa depan. “Pemerintah dan masyarakat agar bisa menjadikan gerakan penghijauan ini bukan hanya program sesaat, tetapi sebagai kebiasaan yang terus dijaga,” ajaknya.
Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, menuding alih fungsi lahan mengakibatkan banjir bandang dan tanah longsor. Sebab, kerusakan hutan cukup parah. Tercatat, dari 250 hektar kawasan hutan di Bima, sekitar 75 persen atau 167 ribu hektar rusak. “Dari data kami, ada kerusakan agak kritis hingga kritis di kawasan hutan di Bima,” katanya, Rabu (5/2/2025).
Ia menegaskan, alih fungsi lahan di kawasan bukit dan gunung di beberapa kecamatan di Bima menjadi areal tanaman jagung, merupakan biang kerok kerusakan hutan. Saat hujan turun, air dari kawasan perbukitan tidak mampu ditahan oleh tanaman jagung yang ditanam masyarakat.
“Kami mendorong aparat penegak hukum menyelidiki kerusakan hutan di Bima, sebagai sesuatu yang tidak wajar. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, setiap tahun Bima dilanda banjir,” serunya memperingatkan.
Dia mendorong pemerintah melakukan pemulihan kawasan hutan dan perbukitan yang sudah berubah menjadi area tanam jagung, untuk mengantisipasi banjir bandang susulan di kawasan tersebut. Salah satu cara menekan laju kerusakan hutan, ulasnya, adalah dengan menyetop penerbitan izin pembukaan lahan tanam jagung di kawasan hutan di Kabupaten Bima.
“Seharusnya Pemprov NTB melakukan evaluasi menyeluruh. Kami melihat program produksi jagung dengan konsep Pijar (sapi, jagung, dan rumput laut) segera dievaluasi oleh pemerintah,” desaknya.
Pemprov NTB, lugasnya, agar segera melakukan pembatasan dan memperketat pengawasan pembukaan area kawasan yang boleh ditanami jagung. Baik di kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. “Kalau tidak ada pengawasan, kawasan hutan di sana malah semakin rusak,” kecamnya menandaskan. rul
























