POSMERDEKA.COM, DENPASAR – “Puji Tuhan, akhirnya Provinsi Bali memiliki undang-undang sendiri,” kata anggota Komisi 2 DPRD Bali, Grace Anastasia Surya Widjaja, menyikapi disahkannya UU Provinsi Bali pada 4 April 2023. Bagi politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu, pengesahan UU Provinsi Bali merupakan jawaban atas dahaga penantian selama 65 tahun sejak diberlakukannya UU No. 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. UU Provinsi Bali juga memuat norma terkait kepentingan Bali sebagai salah satu entitas di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Grace, apresiasi yang setinggi-tingginya layak dialamatkan kepada para legislator di DPR RI yang berupaya optimal. Hasilnya adalah produk regulasi yang melindungi hal-hal mendasar terkait upaya mempertahankan eksistensi masyarakat Bali, dalam hal ini keberadaan desa adat dan subak.
Meski begitu, Grace berpendapat adanya pengaturan norma berkaitan dengan dana desa adat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), memiliki konsekuensi logis terhadap penggunaan dana yang akan diterima. Salah satu yang pasti adalah adanya kewajiban desa adat untuk mempertanggungjawabkan alokasi keuangan negara yang diterima, sesuai ketentuan administrasi pengelolaan keuangan negara.
“Artinya esa adat terikat dengan ketentuan administrasi keuangan negara. Hal ini butuh penyesuaian pengelolaan keuangan di desa adat. Sebelumnya, sepanjang pengetahuan saya, desa adat mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan mekanisme yang disepakati di desa adat,” ucap Wakil Ketua DPW PSI Bali ini.
Dengan realitas ini, sambungnya, keberadaan desa adat tidak ubahnya seperti desa dinas di Bali. Kedua entitas pemerintahan desa yang ada di Bali ini mendapat pendanaan, yang sama-sama bersumber dari keuangan negara secara rutin, sehingga pertanggungjawabannya pun akan sama.
Lebih jauh diungkapkan, semua kebijakan menimbulkan konsekuensi tersendiri. Dia hanya hanya mengingatkan bahwa eksistensi desa adat, dalam hal pengelolaan keuangannya, tidak lagi otonom seperti sebelumnya. “Karena desa adat juga akan mengelola uang negara yang diterimanya, sebagaimana halnya desa dinas yang ada saat ini,” paparnya mengingatkan. hen