POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Bawaslu Bali dan KPU Bali menegaskan pentingnya pembenahan regulasi untuk memperkuat sistem penyelenggaraan dan menjaga marwah demokrasi. Pandangan tersebut disampaikan saat Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Kajian terhadap Undang-Undang Pemilu yang digelar di Wiswa Sabha Pratama, kantor Gubernur Bali, Senin (27/10/2025).
Ketua Bawaslu Bali, I Putu Agus Tirta Suguna, berkata, momentum revisi Undang-Undang Pemilu harus dimaknai sebagai upaya memperkuat kelembagaan pengawasan, bukan sekadar penyesuaian prosedural. Setelah Putusan MK Nomor 104, dia melihat perlu penyesuaian norma dan sistem penyelenggaraan, agar fungsi pengawasan dan penegakan hukum pemilu lebih efektif. “Revisi ini harus mempertegas batas kewenangan antarlembaga, sekaligus memperkuat koordinasi antar penyelenggara,” ujarnya.
Suguna juga menyoroti dilema yang kerap muncul dalam praktik penanganan pelanggaran, terutama pada isu politik uang. Dalam banyak kasus, Bawaslu menghadapi area abu-abu, antara tindakan yang bisa dikategorikan pelanggaran dan tidak adanya unsur mengajak tapi memberikan uang. Karena itu, dia menyatakan revisi Undang-Undang Pemilu perlu ada ketegasan terkait dengan unsur politik uang.
“Termasuk dalam konteks budaya lokal seperti di Bali. Penegasan ini penting agar tidak ada lagi multitafsir dalam penegakan hukum pemilu,” jelasnya.
Putusan MK yang memberi penguatan terhadap nilai rekomendasi Bawaslu sebagai keputusan yang bersifat mengikat, dipandang sebagai angin segar bagi lembaganya. Putusan itu dimaknai bahwa fungsi pengawasan bukan pelengkap, tapi bagian inti dari sistem keadilan pemilu.
“Tugas kami bukan hanya mencegah pelanggaran, tapi memastikan setiap hak pilih dijaga dengan teguh oleh hukum dan integritas,” tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, menjelaskan, keberhasilan Pemilu Serentak 2024 memang menjadi catatan positif bagi Bali, tapi bukan berarti tanpa evaluasi. Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada secara serentak pada tahun 2024 memang berjalan sukses tanpa sengketa, tapi beban fisik dan mental penyelenggara sangat berat, karena tahapan yang bersinggungan. “Dominasi Pilpres juga menggerus atensi publik terhadap Pileg,” ungkapnya.
Lidartawan menilai penjadwalan dan desain penyelenggaraan perlu dikaji ulang, agar keseimbangan antara pemilihan legislatif dan eksekutif tetap terjaga. Jeda waktu yang panjang antara penetapan hasil dan pelantikan Presiden juga berpotensi mengganggu stabilitas politik. “Maka dari itu, revisi undang-undang menjadi ruang penting untuk menyempurnakan tata kelola penyelenggaraan pemilu,” pungkasnya.
Kegiatan FGD yang dihadiri unsur pemerintah daerah, akademisi, dan partai politik ini berlangsung dalam suasana dialogis. Dari forum ini, harapan muncul agar revisi Undang-Undang Pemilu tidak hanya menjawab aspek teknis penyelenggaraan, juga menjadi refleksi untuk meneguhkan demokrasi yang berkeadilan, jujur, dan selaras dengan kearifan lokal Bali. hen
























