POSMERDEKA.COM, MATARAM – Kasus dugaan uang “siluman” dalam pengelolaan Anggaran Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB tahun 2025, akhirnya naik ke tahap penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Terkait hal itu, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda, mengaku tidak memiliki kewenangan untuk intervensi pada kasus tersebut. “Tidak kewenangan kami intervensi soal apa yang sudah menjadi keputusan Kejati NTB. Kami pada prinsipnya mengikuti ya,” ucapnya, Selasa (30/9/2025).
Dia menyatakan hingga kini tidak tahu siapa saja dan berapa anggota DPRD yang mengembalikan uang “siluman” senilai total Rp 1,8 miliar tersebut. Menurut Isvie, pengembalian uang itu merupakan urusan pribadi anggota DPRD. “Kita hormati apa yang sudah dilakukan teman-teman, itu murni hak pribadi,” cetus politisi Golkar ini.
Naiknya status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan, dikalim tidak akan memperkeruh suasana di DPRD NTB. Dia berharap semua baik-baik semua, dan tetap solid bekerja untuk menjadi ritme menjaga kinerja DPRD. “Tentu saya berharap selesai dengan cepat dan semuanya baik-baik ya, selesai dengan baik, dengan damai dan aman,” sambungnya.
Sebelumnya, Kejati NTB menerima pengembalian uang Rp 1,8 miliar dari sejumlah anggota DPRD NTB. Uang itu dikembalikan terkait pengusutan dugaan kasus uang “siluman” dalam pengelolaan Pokir 2025. “Yang dititipkan sampai dengan sekarang Rp 1,8 miliar,” ungkap Kajati NTB, Wahyudi, Jumat (26/9) lalu.
Pengembalian tersebut dilakukan saat kasus masih dalam tahap penyelidikan. Namun, Wahyudi tidak memerinci jumlah anggota DPRD NTB yang sudah mengembalikan dana itu. Uang dikembalikan pada tahap penyelidikan. “Ada penitipan barang-barang itu, nanti kami sita jadi barang bukti yang bisa jadi alat bukti petunjuk di dalam penanganan perkara dimaksud,” jelasnya.
Wahyudi menguraikan, penyidik masih menelusuri sumber dana “siluman” Pokir DPRD NTB 2025. Dia berjanji akan menyampaikan ke publik jika sumber dana tersebut sudah terungkap. Pengusutan kasus itu resmi naik ke penyidikan karena ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum. Penyidik disebut punya kewajiban untuk menelusuri, membuktikan menjadi terang tindak pidana dan perbuatan hukum yang terjadi, dan menemukan siapa tersangkanya. “Itulah esensi dari penyidikan. Menemukan alat-alat buktinya,” tandas Wahyudi. rul