Manfaatkan Pemilu “Valentine” Dekati Pemilih Pemula, Abai Hak Pilih Rentan Jadi Golput

SUASANA pelipatan surat suara untuk Pilkada Denpasar 2020 lalu. KPU Denpasar berupaya menggunakan momentum Hari Valentine untuk menggairahkan semangat pemilih pemula menggunakan hak pilih pada Pemilu 2024, 14 Februari 2024. Foto: hen
SUASANA pelipatan surat suara untuk Pilkada Denpasar 2020 lalu. KPU Denpasar berupaya menggunakan momentum Hari Valentine untuk menggairahkan semangat pemilih pemula menggunakan hak pilih pada Pemilu 2024, 14 Februari 2024. Foto: hen

DENPASAR – Hari Valentine yang dipakai sebagai hari pemungutan suara Pemilu 2024, dapat digunakan sebagai wahana mendekati generasi milenial agar menggunakan hak pilihnya. Sebab, generasi milenial dalam spektrum politik cenderung apolitik.

“Saya rasa euforia Hari Valentine itu bisa dipakai sebagai nilai tambah untuk mendekati kalangan anak muda dan pemilih pemula. Di dalamnya termasuk generasi milenial itu,” ucap Ketua KPU Denpasar, I Wayan Arsajaya, Jumat (28/1/2022).

Bacaan Lainnya

Menurut Arsajaya, dari masa ke masa nuansa Hari Valentine masih tetap memiliki aura tersendiri, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, dia mengakui ada keuntungan tersendiri ketika sosialisasi Pemilu 2024 dengan KPU dapat membuat konten dengan spirit Hari Kasih Sayang itu. Misalnya membuat video pendek mengenai kasih sayang kepada bangsa dengan menggunakan hak pilih.

“Prinsipnya, kami akan membuat dan mengemas pesan kepemiluan itu dengan tema kasih sayang. Tapi kontennya tidak khusus untuk pemilih pemula saja, tetap untuk pemilih secara keseluruhan,” lugas penghobi lari tersebut.

Berdasarkan sensus penduduk, sambungnya, Generasi Z dan Y yang akan menjadi pemilih pada Pemilu 2024 mencapai 27,94 persen. Jika mereka tidak didekati secara optimal, akan berisiko menurunkan tingkat partisipasi pemilih. Mengingat signifikansi generasi muda dan pemilih pemula itu, dia sangat berharap pemilihan Hari Valentine dapat memberi ”berkah” untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Apalagi dia sadar Denpasar merupakan daerah urban, yang tren partisipasi pemilih dalam kontestasi politik relatif turun.

“Kami sangat berharap generasi muda nanti terdorong untuk menggunakan hak pilihnya, juga berpartisipasi menjadi penyelenggara pemilu di wilayah masing-masing. Misalnya jadi KPPS atau PPS,” ungkapnya.

Tantangan untuk sosialisasi dalam kondisi pandemi Covid-19 kemungkinan masih terjadi pada 2024, Arsajaya menilai memasuki pemikiran kelompok golput masih jadi sandungan. Sebab, sesuai riset, pemilih pemula cenderung akan mengulang apa yang dilakukan pada saat mendapat kesempatan pertama menggunakan hak pilih. Jika mereka mengabaikan atau melewatkan kesempatan pertama, kesempatan kedua cenderung akan berbuat sama. Golongan ini rentan tergelincir menjadi kelompok golput.

Kendala lain, terangnya, banyak penduduk Denpasar yang pulang kampung karena lahan pekerjaan mereka hilang gegara pandemi. Masalahnya, status penduduk masih di Denpasar, dan mereka masih masuk dalam Daftar Pemilih Tetap kelak. Jika ekonomi membaik, mereka bisa saja kembali ke Denpasar.

“Bagi yang masih ada di kampung tapi namanya masuk DPT Denpasar, ini akan berpeluang mengurangi tingkat partisipasi pemilih. Sesuai data Pemilu 2019 lalu, partisipasi pemilih di Denpasar sebesar 77,3 persen. Semoga 2024 bisa bertambah, minimal tidak menurun,” pungkasnya. hen

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses