POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Jam menunjukkan pukul 19.57 Wita, ketika Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, membuka rapat kerja legislatif dan eksekutif di ruang rapat gabungan DPRD Bali, Minggu (2/7/2023). Materi yang dibahas bersama Gubernur Wayan Koster bersama jajaran OPD adalah Raperda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru. Raperda ini termasuk selesai “kejar tayang”, dan karena itu sampai 41 anggota DPRD hadir; hal yang jarang-jarang terjadi.
“Pembahasan ini menentukan masa depan kita 100 tahun ke depan,” kata Adi Wiryatama, kemudian menyilakan Koordinator Pembahas Raperda, AAN Adhi Ardhana memaparkan hasil sinkronisasi dengan eksekutif sebelumnya. Menurut Ardhana, sudah ada titik temu harmonisasi dan bisa dilanjutkan ke paripurna internal. Dia menitip lima pertanyaan terkait Raperda itu.
Pertama, bagaimana menjamin implementasi Raperda sampai 2125; kedua, bagaimana menangani migrasi penduduk luar Bali untuk mengendalikan kependudukan demi terjamin pelaksana Raperda; ketiga, bagaimana menjamin orang miskin, telantar, dan yatim dapat mengakses program pemerintah; keempat, bagaimana mengantisipasi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan berbasis data teknologi agar tidak mengganggu desain budaya bali.
“Kelima, bagaimana meningkatkan kualitas pariwisata Bali ke depan, di tengah banyaknya kamar hotel yang tersedia,” cetusnya.
Sebelum memaparkan materi dan menjawab pertanyaan, Koster mengapresiasi semangat Dewan sampai mau rapat pada malam hari. Dia lalu menyebut ada perbaikan di batang tubuh Raperda. Antara lain frasa “Menuju Bali Era Baru” diganti menjadi “Dalam Bali Era Baru”, karena sudah Bali Era Baru dimulai sejak dia menjabat Gubernur pada 2018 lalu.
“Siapa pun terpilih jadi Gubernur, mulai visi-misi pakai pedoman Raperda ini. Juga mengimplementasikan jika terpilih untuk rencana jangka menengah dan panjang, sekaligus mengonsolidasi dan mengoordinasi haluan pembangunan Bali di kabupaten/kota,” sebutnya.
Koster juga memasukkan puri dalam Raperda, karena puri bagian dari warisan budaya. Puri di Bali tak pernah dapat perhatian pemerintah, sehingga mengancam segala aspek kekayaan di dalamnya. Tidak hanya pantai, sempadan danau dan sungai juga akan dibatasi untuk usaha pariwisata.
Soal puri akan dijadikan tanggung jawab pemerintah, Wakil Ketua DPRD, Sugawa Korry, menyatakan tidak sepakat. Pertimbangannya, puri milik perorangan, dan jika anggaran pemerintah dipakai perorangan bisa jadi masalah. “Kalau untuk pelestarian adat ya setuju, ini perlu kajian mendalam,” sebutnya. Bagi dia, justru lebih penting bangun keseimbangan ekonomi baru dengan pengolahan hasil pertanian, agar tidak mengandalkan pariwisata
“Puri dimasukkan dalam konteks masa lalu, menjaga warisan budaya,” sambung Wiryatama. “Ya, saya sepakat ada pembatasan pengertian untuk warisan kekayaan budaya, bukan kembali ke feodalisme,” jawab Koster.
Menjawab bagaimana implementasi Raperda, Koster berkata Gubernur punya mandat mengonsolidasikan pembangunan ke kabupaten/kota. Raperda (setelah jadi Perda) akan mengikat secara aturan para kepala daerah terpilih di Bali. Soal migrasi, saat ini penduduk lokal Bali 79 persen, sisanya warga luar Bali, dan ini harus dikendalikan.
“Melarang tidak mungkin karena kita NKRI, tapi harus selektif, syaratnya punya pekerjaan, harus ada menjamin, dan sebagainya. Intinya, mampu berproduksi di Bali,” sebutnya.
Tentang anak miskin dan yatim piatu, dia menarget lima tahun nanti angka kemiskinan harus bisa 0 persen, diatasi dengan pendataan berbasis desa secara bersama dengan seluruh kabupaten/kota. Ini jadi prioritas ke depan.
Melindungi orisinalitas karya seni Bali konvensional dari “pembajakan” oleh AI, akan dibuat perlindungan hukum. Jangan sampai AI mematikan karya seni budaya konvensional. “Kita lebih serius dan terarah ke depan. Lima tahun lagi varian AI berubah lagi dan masif, kita harus siap,” ajaknya.
Menjawab pengembangan pariwisata, Koster berucap harus pariwisata berorientasi kualitas dan martabat. Bali mesti selektif menerima wisatawan mancanegara, yang belakangan ini dominan berulah di Bali. Gunakan kejadian wisatawan nakal untuk mendisiplinkan mereka menuju pariwisata berkualitas. Misalnya mencontoh Bhutan, yang setahun hanya menerima 400 ribu pelancong. Itu pun dengan syarat ketat, seperti wajib bawa uang minimal tertentu, ada uang jaminan, dan lain-lain.
“Bali terlalu dijual murah, kita menampung sisa negara lain. Tahun ini Bali mendekati 5 juta wisatawan, yang penting jaga karakteristik yang datang,” pungkasnya, dalam rapat yang berakhir pukul 21.10 Wita itu. hen