Intimidasi Pemilih Membunuh Kebebasan Demokrasi Rakyat, Bawaslu Minta Generasi Muda Bersuara

KORDIV Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, saat diskusi politik dan pendidikan demokrasi bersama Bawaslu Bali. Foto: ist
KORDIV Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, saat diskusi politik dan pendidikan demokrasi bersama Bawaslu Bali. Foto: ist

POSMERDEKA.COM, DENPASAR – Isu adanya intimidasi ke pemilih muncul sebagai pertanyaan tajam mahasiswa STMI Handayani, dalam diskusi politik dan pendidikan demokrasi bersama Bawaslu Bali, Sabtu (20/9/2025). Mereka menyoroti praktik pemilu yang kerap dirusak tak hanya oleh politik uang, juga oleh tekanan dan ancaman yang membuat pemilih kehilangan kebebasannya.

“Bagaimana kalau ada orang yang dipaksa memilih karena takut diancam? Apakah itu masih bisa disebut demokrasi?” cecar salah satu mahasiswa yang hadir.

Bacaan Lainnya

Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, menjawab tegas. Intimidasi merupakan pengkhianatan paling telanjang terhadap hak rakyat. “Demokrasi menuntut kebebasan memilih, tapi intimidasi membuat rakyat memilih bukan karena hati, melainkan karena rasa takut,” jawabnya.

Ariyani menguraikan, bentuk intimidasi bisa bermacam-macam. Mulai dari ancaman kekerasan, tekanan dari atasan di tempat kerja, janji fasilitas dengan syarat memilih, bahkan bisikan halus yang memaksa pemilih merasa tidak punya pilihan lain. “Inilah yang berbahaya, karena intimidasi sering kali tidak kasatmata tapi dampaknya nyata; rakyat kehilangan kedaulatannya,” tambahnya.

Tugas Bawaslu, sambungnya, adalah memastikan intimidasi tidak dibiarkan hidup di ruang demokrasi. Bawaslu tidak hanya bertugas menindak pelaku, juga melakukan pencegahan melalui edukasi, pemetaan kerawanan, hingga membuka ruang pengaduan bagi masyarakat. Kalau ada intimidasi, dia mengajak untuk dilaporkan.

“Kami punya kewajiban melindungi hak pilih warga. Karena suara rakyat itu suci, dan tidak boleh dipaksa oleh siapa pun,” serunya.

Kendati demikian, Ariyani menuturkan ada batasan yang tidak bisa ditembus Bawaslu kendati memiliki kewenangan dalam pengawasan pemilu. Karena itu, Bawaslu membutuhkan informasi dari masyarakat sebagai informasi awal, untuk melanjutkan langkahnya ke tahap penindakan. Bawaslu bisa mengawasi TPS dan kontestan, tapi tidak bisa mengawasi isi hati pemilih.

“Di sinilah generasi muda harus hadir, berani membuka suara, membela hak fundamental demokrasi, dan melaporkan setiap praktik tekanan yang mereka lihat,” pintanya.

Ariyani memungkasi dengan sebuah pesan: intimidasi bukan sekadar pelanggaran prosedural, melainkan pembunuhan terhadap kebebasan politik rakyat. “Demokrasi yang lahir dari intimidasi tidak akan pernah jujur. Karena itu, kita semua punya tanggung jawab menghentikannya, laporkan dan biarkan Bawaslu yang menindaklanjutinya,” pungkas Ariyani. hen slot gacor situs slot gacor situs togel link slot

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses