POSMERDEKA.COM, BULELENG – Bawaslu Bali bersama Bawaslu Buleleng memanfaatkan momentum Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) untuk menanamkan embrio kesadaran politik kepada para pemilih pemula, Selasa (22/7/2025). Yang dipilih adalah SMKN 1 Sukasada, dengan dihadiri ratusan siswa baru yang duduk rapi untuk menyimak sosialisasi.
Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, membuka ruang diskusi tentang pentingnya keterlibatan generasi muda dalam proses demokrasi. Jadi, demokrasi tidak sebatas ketika mereka masuk ke bilik suara di TPS saja.
“Tahu tidak kalau kalian itu bisa menentukan bagaimana kurikukum pelajaran nanti diterapkan di sekolah? Semua itu sumbernya dari keputusan politik lho,” ujarnya kepada siswa.
Ariyani menguraikan, pelanggaran pemilu seperti politik uang, manipulasi data, hingga penyebaran hoaks masih menjadi tantangan serius. Karena itu, pemilih pemula harus diberi pemahaman bahwa mereka bukan sekadar objek, melainkan subjek penting dalam menentukan arah bangsa. Langkah konkret yang bisa dilakukan pemilih muda, termasuk para pelajar ini, mulai dari memastikan terdaftar dalam DPT, mengenali calon pemimpin secara kritis, hingga berani menolak aksi politik uang.
“Siapa yang suka main game? Kalau di game ada yang harus dilindungi kan untuk menang? Nah itu demokrasi, musuh-musuh yang menyerang itu adalah politik uang, hoaks dan lainnya,” pesannya memberi analogi.
Mungkin karena mudah dicerna, perumpamaan itu memantik perhatian para siswa, salah satunya yang bernama Wira. Dia spontan berceletuk, “Kalau kalah kita ulang lagi bu.”
Menanggapi hal itu, Ariyani tersenyum dan menjelaskan kalau demokrasi yang tidak dilindungi dan rusak tidak akan semudah itu diperbaiki dan diulang.
“Kalau demokrasi sudah rusak? Imbasnya sekolah kalian bisa jadi mahal, mungkin beras dan kuota kalian juga mahal, diperbaiki pun waktunya lama, emangnya mau nggak ada kuota sampai saat itu?” balasnya jenaka yang disambut tawa siswa.
Menurut Ariyani, pendidikan politik dan demokrasi tak harus rumit dan formal. “Justru lewat celoteh dan tawa anak-anak inilah, kesadaran demokrasi bisa tumbuh dari akar yang paling muda, mereka yang hari ini belajar di sekolah, dan esok akan menjaga masa depan bangsa,” tandasnya usai sosialisasi. hen