POSMERDEKA.COM, MATARAM – Kualitas penyusunan APBD Provinsi NTB tahun 2025 dinilai buruk. Hal itu sebagai konsekuensi proses pembahasan oleh DPRD bersama eksekutif terkesan terburu-buru untuk segera disahkan. Demikian penilaian Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ramli Ernanda, Kamis (6/2/2025).
Ramli menyebut pembahasan APBD 2025 berlangsung lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kecepatan ini, menurutnya, menunjukkan ada pengaruh politik lebih dominan daripada kepentingan masyarakat.
Selain itu, partisipasi publik dalam proses tersebut juga sangat minim, meski penyusunan dan pembahasan APBD merupakan tahap sangat penting. Sebab, langsung berdampak pada kehidupan masyarakat.
“APBD seharusnya disusun secara transparan dan partisipatif, agar setiap rupiah yang dipungut dari masyarakat dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Dia menuding ruang publik dalam perencanaan dan pembahasan anggaran tidak tersedia sama sekali. Hasilnya, kebijakan anggaran cenderung menyimpang dari harapan masyarakat. Perencanaan dan pembahasan APBD Provinsi NTB 2025 dilakukan lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, itulah pangkal masalahnya.
Lebih jauh diutarakan, sebagai perbandingan, pada tahun 2024 pembahasan baru dimulai pada pekan kedua bulan November. Fitra NTB mencatat pembahasan APBD 2025, yang dimulai sejak penyampaian rancangan KUA-PPAS, memerlukan sekitar 30 hari hingga akhirnya disetujui. Ini lebih lama dibandingkan dengan pembahasan APBD 2024 yang hanya makan waktu sekitar 20 hari.
“Pertanyaannya, apakah pembahasan lebih awal ini berdampak pada peningkatan kualitas dan keberpihakan APBD terhadap kepentingan masyarakat? Ternyata tidak,” ucapnya tanpa merinci lebih jauh.
Penyusunan dan pembahasan APBD 2025, sambungnya, juga dipengaruhi tiga faktor utama, yakni peralihan politik usai Pemilu Legislatif dan Pilpres, peralihan kepemimpinan daerah setelah Pilkada Serentak 2024, dan pemberlakuan opsen pajak daerah.
Residu politik Pemilu dan Pilkada dalam APBD 2025 masih cukup terasa. Ini dapat dilihat dari proses penyusunan, pembahasan, hingga penetapannya. Selain itu, ungkapnya, akses terhadap dokumen RAPBD hanya dipublikasikan oleh BPKAD Provinsi NTB pada 2 Januari 2025, empat bulan setelah pembahasan.
Dokumen KUA-PPAS dan RKPD yang menjadi pedoman penyusunan RAPBD tidak disediakan Pemprov NTB. “Transparansi anggaran tahun 2025 ini jauh lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya. Informasi anggaran baru dipublikasikan pada awal tahun atau setelah ditetapkan,” sesalnya.
Fitra NTB juga menyoroti kurangnya ruang partisipasi publik dalam pembahasan APBD 2025, yang terus berulang seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemprov dan DPRD NTB tidak memberi inisiatif maupun fasilitas bagi masyarakat untuk memberi masukan terhadap kebijakan anggaran yang disusun. “Yang terjadi di APBD 2025 ini, pembahasannya menjadi hak eksklusif TAPD, Badan Anggaran, dan anggota DPRD,” sindirnya memungkasi. rul
























