DALAM suatu wawancara dengan Dahlan Iskan pada medio September lalu, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengakui kebijakan pertamanya adalah menjaga sentimen positif pasar. Akumulasi tekanan ekonomi, lemahnya komunikasi politik pemerintah menghadapi kritik, dan sentimen negatif pasar, membuat Jakarta dan sejumlah daerah lain dibakar kerusuhan hebat pada Agustus lalu. Bergeraknya indikator ekonomi atas respons cepat Presiden Prabowo Subianto mengganti Sri Mulyani dengan Purbaya, menunjukkan pasar memberi sentimen positif atas kebijakan yang diambil.
Bagaimana kondisi politik satu negara memang tak bisa dilepaskan dari sejauh mana sentimen publik atas suatu kebijakan. Syukur Prabowo segera sadar gaduh politik memiliki relevansi kuat dengan kontraksi ekonomi rakyat. Misalnya unjuk rasa masif di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, bukan sekadar soal pajak bumi dan bangunan. Demo itu mengirim sinyal kebijakan pemerintah jangan ugal-ugalan, apalagi menyakiti hati rakyat. Menurut Machiavelli, seorang penguasa tidak harus benar-benar memiliki sifat baik karena itu akan merugikannya; “terlihat baik” saja sebenarnya cukup bagi rakyat.
Membincang Purbaya, ada satu yang menarik dari dia: gaya komunikasinya ceplas-ceplos ala koboi. Meski ada kemiripan gaya komunikasi dengan Prabowo, tapi blak-blakan Purbaya “lebih tepat sasaran” karena berbasis data ekonomi, ekspresif, berani mengakui ada kesalahan di internal, dan terlihat punya niat baik menyelesaikan persoalan sesuai tuntutan rakyat. Awalnya terlihat kontroversial, pelan tapi pasti sikap dan pernyataan Purbaya berhasil menggeser persepsi negatif komunikasi politik pemerintah yang sebelumnya cenderung “asal komentar”, kini lebih ke substansi dan kinerja ekonomi. Cuma, gaya komunikasi itu berpotensi menyulut salah paham atau friksi dengan pejabat lain.
Yang terbaru, Jumat (10/10/2025) Purbaya tegas menolak APBN dipakai untuk menanggung sebagian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh senilai Rp110 triliun. Dia menunjuk seharusnya utang dibayar Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, yang menaungi proyek yang dikelola secara korporasi. “Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak pemerintah,” cetusnya, dikutip dari cnnindonesia.com.
Dari aspek komunikasi politik, sikap dan kebijakan Purbaya dapat dimaknai sekurangnya tiga hal. Pertama, transformasi citra dan empati. Kebijakan Purbaya kuat memperlihatkan sisi positif sekaligus merestorasi citra buruk pemerintahan Prabowo sebelumnya. Noda terkuat pemerintahan hasil Pilpres 2024 ini adalah pejabat minim empati dalam menyikapi kondisi tekanan ekonomi masyarakat. Purbaya bagai setetes air yang menetralisir dahaga akan keadilan.
Secara keseluruhan, kebijakan stimulus dan injeksi likuiditas Purbaya usai kerusuhan Agustus 2025 merupakan langkah strategis. Ini tidak sekadar bertujuan memulihkan sentimen pasar, juga memainkan peran krusial dalam merestrukturisasi citra pemerintahan Prabowo. Diksi “Kau yang gelap” dalam komunikasi publik Luhut Binsar Pandjaitan, atau “Ndasmu” ala Prabowo dalam merespons kritikan publik, seakan tertutup dengan sentimen positif publik atas Purbaya. Keberhasilan kebijakan ekonomi mampu mereduksi kritik terhadap komunikasi dan kinerja pemerintah.
Meminjam perspektif Baudrillard, fenomena ini menunjukkan pasar sebenarnya beroperasi dalam ranah hiperealitas. Sentimen positif tidak lagi semata-mata berlatar kondisi riil ekonomi yang membaik secara substansial, juga dari simulakra berupa keyakinan kolektif atas janji tindakan cepat Purbaya, yang menciptakan harapan lebih meyakinkan bagi investor.
Kedua, menguasai narasi pasar. Kebijakan Purbaya dipandang mudah diterima pasar, karena dia berfokus pada perbaikan fundamental ekonomi, seperti menciptakan pasar modal yang lebih sehat dan transparan, serta mengalirkan likuiditas yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Dengan memastikan aliran dana dan janji percepatan belanja, Purbaya mengirim pesan bahwa pemerintah berada dalam kendali penuh atas situasi ekonomi. Disadari atau tidak, Purbaya berhasil mengganti narasi publik dari “kerusuhan akibat krisis” menjadi “pemerintah bergerak cepat memulihkan ekonomi”.
Pengakuan Purbaya bahwa kerusuhan tak lepas dari kesalahan kebijakan fiskal/moneter sebelumnya, juga menggambarkan akuntabilitas yang jarang terjadi di negeri ini. Secara implisit dia menunjukkan empati terhadap kesulitan ekonomi rakyat, tidak sebatas menyalahkan faktor luar semata. Janji percepatan belanja dan penyaluran kredit ke UMKM, juga memperkuat narasi fokus utama pemerintah adalah pemulihan ekonomi domestik dan kesejahteraan rakyat.
Ketiga, merangkul Gen Z. Di sejumlah forum, Purbaya mengajak Gen Z turut memikirkan bangsa. Misalnya belanja barang sesuai kantong, jangan berutang konsumtif. Jika banyak warga berutang konsumtif, negara berpotensi terjadi krisis. Kemampuan adaptasi Purbaya melihat titik krusial Gen Z dan cara menyikapi, menjadikannya idola baru anak muda dalam hal transparansi. Pendekatan persuasif membuat banyak anak muda merasa “didengar” dan “diajak bicara”, bukan “diceramahi.” Purbaya termasuk populer di kalangan Gen Z karena aktif di TikTok. Akun TikTok Purbaya Yudhi Sadewa (@purbayayudhis), memiliki 1 juta pengikut dan total like mencapai 7,4 juta.
Ada insentif politik jika kebijakan publik mudah diterima Gen Z, antara lain meningkatkan partisipasi dan advokasi kebijakan, dan mendorong pemerintah lebih inovatif dalam penyampaian layanan publik. Gen Z lebih responsif terhadap kebijakan yang disampaikan lewat platform digital, dan mengutamakan isu yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Mengedepankan komunikasi santai, Purbaya bak pilot Maverick dalam film Top Gun: dianggap pemberontak karena tidak mengikuti aturan atau cara kelompok, percaya intuisi dan pengalaman lebih baik dari teori, serta mampu mengubah krisis menjadi tontonan transformasi citra positif. Di era digital, nilai seorang pemimpin tidak lagi diukur dari retorika, melainkan dari seberapa cepat mampu menyuntikkan kepercayaan ke dalam kesadaran kolektif yang sempat retak. Jadi, punya kredit bagus dari Purbaya, mampukah Prabowo merawat dan mengeksplorasi momentum ini? Gus Hendra