POSMERDEKA.COM, MATARAM – Penghentian ekspor konsentrat tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi NTB. Pada triwulan I, ekonomi NTB mengalami kontraksi sebesar -1,43% dan triwulan II kontraksi mencapai -0,82%. “Itu karena sebagian besar disebabkan mandeknya ekspor tambang dari PT AMNT,” ujar Ketua Komisi III DPRD NTB, Sembirang Ahmadi, usai RDP dengan PT AMNT, Selasa (14/10/2025).
Dia mendesak pimpinan DPRD dan Gubernur NTB untuk bersurat dan menghadap ke Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tujuannya agar ada kebijakan relaksasi ekspor konsentrat terhadap PT AMNT, karena izin ekspor bahan mentah (konsentrat tembaga) berakhir pada 31 Desember 2024. Sementara pelarangan ekspor konsentrat berlaku atas penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Pemerintah pusat melarang ekspor mineral dalam bentuk mentah, sebagai langkah mendorong perusahaan membangun fasilitas pemurnian (Smelter), dan meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri dalam bentuk hilirisasi.
Lebih lanjut dikatakan, saat RDP dia mempertanyakan kinerja smelter PT AMNT. Sebab, daya serapnya belum sesuai target. Butuh waktu dua sampai tiga tahun untuk bisa menyerap konsentrat 100%, padahal produksi konsentrat tetap berjalan dengan kondisi sekarang.
“Perkiraannya sekitar 500 ribu ton konsentrat tidak bisa terserap Smelter, sehingga tetap butuh ekspor, supaya pertumbuhan sektor tambang tidak negatif,” tegasnya.
Menurutnya, mandeknya ekspor pada sektor pertambangan tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, berdampak juga ke fiskal daerah. Dipastikan penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) dan keuntungan bersih tahun 2026 berpotensi menurun sekitar Rp200 miliar. Terutama jika kondisi smelter belum membaik dan relaksasi ekspor konsentrat tidak diizinkan pusat. Dengan demikian, asumsi makro ekonomi dalam KUA PPAS 2026 mesti disesuaikan.
Dalam RPJMD, sambungnya, ditargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada tahun 2026. Hal ini tidak mungkin tercapai kalau kinerja sektor tambang, khususnya PT. AMNT masih seperti saat ini. “Kecuali pertumbuhan sektor nontambang bisa tembus di atas 10%, baru ekonomi NTB positif,” ungkap Sembirang.
Oleh karena itu, ulasnya, jika Pemprov NTB menginginkan kinerja ekonomi NTB berubah dari minus ke plus dalam waktu cepat, maka harus perbaiki kinerja sektor industri, khususnya industri besar sektor tambang. Sambirang menyebut saat ini pertumbuhan industri pengolahan tumbuh sangat positif, 37%, tapi kontribusinya dalam PDRB hanya 4%. Padahal sektor tambang kontribusinya mencapai 20%.
“Kesimpulan kami, industri lain belum cukup kuat menopang kinerja ekonomi NTB secara agregat. Makanya setiap kali tambang minus, ekonomi agregat NTB juga ikut minus,” tandasnya. rul