Napak Tilas Perjalanan Ida Danghyang Nirarta di Pura Tugu, 79 Sulinggih Laksanakan Puja Bhasmangkuram

PUJA Bhasmangkuram di Pura Tugu, Tegal Tugu, Gianyar. Foto: adi
PUJA Bhasmangkuram di Pura Tugu, Tegal Tugu, Gianyar. Foto: adi

POSMERDEKA.COM, GIANYAR – Puluhan sulinggih dari seluruh Bali memadati Pura Tugu, Desa Tegal Tugu, Gianyar, melaksanakan Puja Bhasmangkuram, Minggu (26/11/2023). Upacara tersebut merupakan napak tilas perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, atau Ida Danghyang Nirarta, dengan mendoakan keselamatan alam semesta dan segala isinya.

Sekitar pukul 10.00 Wita, lantunan doa dan getaran suara genta menggema di Pura Tugu. 79 Ida Pedanda Siwa-Budha mengikuti puja serentak itu, yang membuat keheningan sekaligus semarak menyelimuti pura.

Bacaan Lainnya

Wakil Ketua Bidang Kumham Perkumpulan Dharma Upadesa Pusat Nusantara, Ida Bagus Putu Madeg, mengatakan, upacara ini rutin digelar setiap tahun. Setiap pelaksanaan dilakukan di pura yang berbeda-beda, mengikuti perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh. Tujuan utama dari upacara ini adalah mendoakan keselamatan alam semesta.

“Ini murni untuk mendoakan keselamatan alam semesta, tidak ada tujuan lain. Upacara ini digelar setiap tahun di setiap Pura Dang Kahyangan di Bali,” ujarnya mewakili Ketua Umum PDPN, Ida Bagus Putu Dunia.

Manggala Utama Panitia dari pratisentana Ida Bhatara Manggis Kuning, Anak Agung Gde Mayun, dari Puri Tulikup, Gianyar, menjelaskan hubungan Pura Tugu dengan perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh. Kata dia, bermula saat Ida Pedanda datang dari Jawa ke Bali, dan diangkat sebagai pendeta kerajaan pada masa Dalem Waturenggong, dengan misi meningkatkan ilmu keagamaan di Bali. Ida Pedanda, yang kerap disebut Ida Danghyang Nirarta itu, membawa sistem keagamaan atau pemujaan Siwa Sidanta. Kala itu umat di Bali masih mengusung paham sekte. 

“Paham Siwa Sidanta ini yang bagi Dalem Waturenggong lebih tepat dilaksanakan di Bali, raja juga berkepentingan untuk menyebarkan ajaran ini dalam rangka meningkatkan Sradha Bakti masyarakat Bali, juga menyempurnakan sistem keagamaan di Bali. Akhirnya misi itu dilakukan dengan dharma yatra keliling Pulau Bali, mengunjungi penduduk-penduduk,” jelasnya.

Dalam perjalanannya, tutur Mayun, diawali dari barat menuju timur. Ketika sampai melewati Subak Laba di Er Jeruk, Sukawati, Ida Pedanda mendirikan palinggih yang kini dikenal sebagai Pura Er Jeruk. Lalu dilanjutkan ke timur sampai di pesisir Pantai Lebih, belok ke kiri, melewati beberapa desa yang saat itu bernama Desa Batan Tingkih, Desa Teba Jero yang saat ini bernama Banjar Kesian. Lanjut ke utara, tiba di sebuah komunitas namanya wilayah Tegal, dan istirahat di sini.

“Di samping beliau istirahat ada Pura Ulun Suwi. Karena beliau istirahat di depan pura, dilihat oleh pemangku pura, keluarlah pemangku. Bilang Ratu Pedanda sebaiknya sembahyang di sini dulu sebelum melanjutkan perjalanan, biar selamat dalam perjalanan. Beliau masuk ke pura, duduk di pelataran pura. Baru mau sembahyang, palinggih roboh semua, nangislah pemangku itu,” kisahnya.

Berdasarkan lontar Dwijendra Tatwa dan Dharma Yatra Dang Hyang Nirartha, koleksi Gedong Kertya, disebutkan pemangku minta Ida Pedanda mengembalikan puranya seperti semula. “Akhirnya dengan kemampuan yoga, pura bisa dikembalikan seperti sediakala. Tapi dalam realitasnya beliau menambah palinggih, ada candi dan Sri Sedana. Sebelumnya hanya palinggih Ulun Suwi saja,” pungkasnya. adi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses