POSMERDEKA.COM, DENPASAR – KPU Bali menyusun kajian teknis terkait pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 dengan tema dana kampanye, Selasa (14/10/2025). Penyusunan kajian teknis dilaksanakan lewat Focus Group Discussion (FGD) di KPU Bali, dengan dibuka Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan. FGD mengundang narasumber dari stakeholder, kalangan akademisi perguruan tinggi negeri dan swasta di Bali, Kantor Akuntan Publik, LSM Bali Sruti, dan KPU kabupaten/kota se-Bali.
Dalam sambutannya, Lidartawan menyampaikan FGD terkait kajian teknis ini khusus membahas dana kampanye. Peserta mendiskusikan dan mengevaluasi pelaksanaan pelaporan dan audit dana kampanye Pemilu maupun Pilkada di wilayah Provinsi Bali. “Hasil diskusi ini sangat penting sebagai bahan masukan yang komprehensif bagi para pemangku kebijakan, dalam rangka pembahasan revisi Undang – Undang Pemilu dan Pilkada,” jelasnya.
Dia menguraikan, pelaporan dana kampanye harus optimal dan transparan kepada masyarakat. Lidartawan menekankan cara mempertahankan akuntabilitas saat tahapan Pemilu dan Pilkada yang harus dikawal bersama-sama. Masukan dari akademisi dan audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) sangat dibutuhkan, guna menyempurnakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) khususnya terkait dana kampanye.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Bali, Luh Putu Sri Widyastini, kemudian memandu pelaksanaan FGD. Dia juga menekankan agar pelaporan dana kampanye wajib mengikuti dan taat pada aturan yang berlaku. “Dalam hal ini partai politik memegang peranan penting, terutama SDM yang mengelola dana kampanye,” pintanya.
Dari perspektif Kantor Jasa Akuntan (KJA) disampaikan, tidak semua partai politik memahami laporan keuangan harus disusun oleh sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi tertentu. Jadi, ke depan perlu dilakukan sosialisasi mengenai pengelolaan dana kampanye dengan partai politik. Sementara itu Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak memiliki kewenangan untuk mengusulkan perbaikan, karena hasilnya hanya bersifat biner: Patuh atau Tidak Patuh.
Keterbatasan pemeriksaan ini disebabkan KAP hanya memeriksa informasi yang diserahkan oleh partai politik. Karena itu, KAP hanya dapat berfokus pada apa yang dilaporkan, dan tidak melakukan audit terhadap informasi yang tidak disampaikan partai politik.
Para akademisi menyarankan tiga tahap yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan sistem pendanaan. Pertama, analisis kebutuhan dan perencanaan sistem. Kedua, analisis infrastruktur digital, termasuk pemberian pelatihan kepada sumber daya manusia (SDM) yang akan menggunakan sistem tersebut. Disampaikan pula, sistem digital yang ada saat ini baru menyentuh pengguna (internal), belum menjangkau publik. Diperlukan perluasan sistem agar publik dapat turut mengawasi calon yang didukung. Ketiga, implementasi serta pendampingan terhadap partai politik.
Terakhir, diusulkan agar KAP diberikan keleluasaan yang lebih besar dalam melakukan audit, sehingga tidak hanya terbatas pada kepatuhan terhadap PKPU. hen