Desa Adat Bedulu Terapkan Tradisi Peed dengan Kemben, Lebih Praktis dan Estetis

PEED dengan kemben, kreativitas Paiketan Krama Istri (Pakis) di Desa Adat Bedulu. Foto: ist
PEED dengan kemben, kreativitas Paiketan Krama Istri (Pakis) di Desa Adat Bedulu. Foto: ist

POSMERDEKA.COM, GIANYAR – Lima banjar di Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, kini mulai menerapkan tradisi peed dengan memanfaatkan kemben sebagai alas banten. Inovasi ini menjadi terobosan baru dalam pelaksanaan tradisi keagamaan di desa adat tersebut, karena dinilai lebih praktis, ringan, dan tetap menjaga nilai estetika serta makna yadnya yang tulus ikhlas.

Pemanfaatan kemben atau sokasi berbahan fiber ini dihias dengan aneka buah, bunga, serta rangkaian janur dan jamur yang ditata dengan sentuhan seni tinggi. Berbeda dari peed pada umumnya yang menggunakan dulang tinggi sebagai media banten, peed dengan kemben tidak perlu menjulang. Biasanya, banten peed dengan dulang bisa mencapai lebih dari satu meter dan memerlukan banyak buah serta jajanan.

Bacaan Lainnya

Sebaliknya, peed dengan kemben hanya membutuhkan beberapa buah dan jajanan, namun memperbanyak unsur bunga sebagai hiasan utama. Hasilnya, tampilan banten menjadi lebih indah dan anggun, dengan tinggi rata-rata sekitar 50 sentimeter dan dominasi hiasan janur di bagian atas.

Bendesa Adat Bedulu, I Gusti Ngurah Susatya Putra, Minggu (12/10/2025) menjelaskan bahwa tradisi peed dengan kemben ini merupakan hasil kreativitas Paiketan Krama Istri (Pakis) di Desa Adat Bedulu. Menurutnya, inovasi ini tidak hanya praktis, tetapi juga sejalan dengan filosofi yadnya yang menekankan ketulusan dan keikhlasan.

“Intinya maeyadnya tidak harus mahal dan merepotkan, tetapi esensi yadnya yang tulus ikhlas menjadi landasan utama,” ujar Susatya Putra, yang juga menjabat sebagai Kabid di Dinas Pariwisata Gianyar.

Sementara itu, Ketua Paiketan Krama Istri Banjar Tengah, Ny. Suseni John, mengungkapkan bahwa penggunaan kemben memberikan kemudahan bagi para ibu-ibu yang mengikuti peed.

“Dengan memanfaatkan kemben, para ibu tidak merasa terbebani karena banten menjadi lebih ringan dibandingkan menggunakan dulang. Selain itu, perjalanan menuju pura juga lebih mudah karena tidak harus menyunggi beban berat,” jelasnya.

Ia menambahkan, keputusan untuk beralih menggunakan kemben sudah melalui pembahasan dalam rapat Pakis dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya.

“Kami sepakat memanfaatkan kemben karena lebih praktis, ringan, dan tetap menjaga nilai keindahan serta makna yadnya,” tandasnya.

Penerapan peed dengan kemben ini mulai terlihat saat pelaksanaan piodalan di Pura Kahyangan Jagat Goa Gajah, Desa Adat Bedulu, Jumat sore (10/10/2025). Ratusan krama istri dari Banjar Tengah dan Banjar Lebah tampak beriringan berjalan kaki dari balai banjar masing-masing menuju Pura Goa Gajah yang berjarak sekitar satu kilometer.

Dalam iring-iringan tersebut, para krama istri tampak tertib dan khusyuk menyunggi banten dengan busana adat yang rapi, dikawal oleh pecalang serta pengayah desa adat.

Tradisi peed dengan kemben ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi banjar-banjar lain di Bali, terutama dalam mewujudkan yadnya yang sederhana, efisien, namun tetap sarat makna spiritual dan nilai estetika budaya Bali. adi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses