DENPASAR, posmerdeka.com – Di Tahun 2020 ini 6 kabupaten/Kota di Bali menyelenggarakan pilkada (pemilihan Bupati dan Walikota). Keenam daerah itu adalah Jembrana, Tabanan, Badung, Denpasar, Bangli dan Karangasem.
Hampir semua daerah tersebut menampilkan patahana yang akan berhadapan dengan pendatang baru. Hanya ada petahana yang lengkap, artinya masih utuh tetapi ada yang tidak utuh, sebab salah satu di antara pemimpin tersebut sudah menjabat dua kali masa jabatan. Contoh; Denpasar Walikota tidak boleh maju lagi, sementara wakilnya dipastikan akan dicalonkan partainya, dengan didampingi tokoh lain. Begitu juga Tabanan, Jembrana dan Bangli.
Badung, kedua-duanya, Bupati dan wakilnya, kompak maju sebagai petahana, bahkan diduga akan menjadi calon tunggal tanpa lawan. Kemungkinan besar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Badung dan Tabanan, akan melawan kotak kosong di pilkada kali ini.
Saya mengamati baliho sosialisasi calon di Badung sudah semarak sejak pertengahan tahun 2019. Tetapi hal serupa tidak terjadi di daerah lain, kecuali satu dua muncul nama tokoh yang akan maju dalam pilkada melalui baliho di jalan-jalan. Sejumlah kasak-kusuk memang terjadi di beberapa daerah, merupakan sesuatu yang lumrah dalam politik.
Kalau kita amati melalui pemberitaan media massa, calon pasangan Badung yang paling solid. Artinya partai pendukung sudah dipastikan menjagokan Giri Prasta bersama Suiasa. Sementara Tabanan, Jembrana, Bangli, Karangasem, Denpasar – belum kelihatan tandem mereka masing-masing. Konon masih dicocok-cocokan, siapa yang akan ketiban rejeki mendapatkan rekomendasi dari pimpinan partai politik yang menjagokan.
Koalisi partai pun kelihatan masih goyang dan dinamis. PDI Perjuangan yang umumnya menguasai kursi di DPRD kabupaten/kota, leluasa menentukan calon mereka sebab sudah memenuhi syarat untuk itu. Sementara parpol lain, masih berkutat mengumpulkan anggota koalisi, sebab hal itu menyangkut kepentingan politik. Pasti ada perhitungan, sesuatu parpol mendapat apa jika bergabung satu sama yang lain dalam sebuah koalisi.
Belum lagi ada kepentingan pribadi, di mana seorang tokoh loncat sana dan loncat sini, yang mau tidak mau memusingkan kepala bos-bos parpol dalam mencari strategi sehingga siapa pun yang nanti dijagokan dapat memenangkan pilkada tersebut.
Politik dikenal sangat dinamis. Dapat berubah dalam hitungan menit, bahkan juga hitungan detik. Kader partai loncat sana dan loncat sini pun, bukan hal yang tabu zaman sekarang. Sepanjang kepentingan sama, mereka akan bersatu sekalipun selama ini memiliki aliran bertolak belakang. Begitu kepentingannya berbeda, para politisi pun tidak segan-segan saling menjauh, kalau bisa malah tidak saling kenal.
Saya mengamati, dinamika politik masyarakat Bali relatif stabil. Mereka tidak banyak berpikir, siapa pun nanti dan kelak tampil sebagai calon kepala daerah. Mungkin pergolakan hanya terjadi di tingkat elit tertentu. Dan itupun, tidak menonjol. Kondisi ini sangat berbeda dengan derah lain, seperti Jawa, Sumatra dan Daerah Timur tanah air. Pergolakan penentuan calon kepala daerah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, paling tidak kalau kita ikuti melalui media-media sosial.
Pilkada seperti pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati/Walikota di Indonesia akan dilakukan serentak September 2020. Enam bulan sebelum hajatan itu, calon-calon sudah mulai diketahui secara pasti oleh calon pemilih. Mereka yang menjadi petahana, tidak boleh lagi melakukan tindakan strategis dalam tugasnya. Tidak boleh melakukan mutasi pejabat, yang sebelumnya menjadi wewenang mereka.
KPU sebagai pelaksana pemilu/pilkada, seharusnya sudah lebih gencar mensosialisasikan pemilu serentak ini, sebab anggarannya cukup besar. Kreativitas KPU diperlukan, sehingga rakyat dengan senang gembira menyambut pesta demokrasi Indonesia tersebut. Semua pihak berharap, pesta demokrasi ini dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang terbaik untuk mengelola negeri.
Sebaiknya pilih pemimpin yang dapat menata wilayah, daerah dan kota. Bukannya pemimpin yang pintar menata kata. Jika salah pilih, bisa dibuly habis-habisan melalui media sosial seperti nasib Anies di ibukota!