“Operasi Senyap” Rekonsiliasi Golkar Bali di Balik Aksi

SUGAWA Korry (kanan) bersama Wayan Muntra saat acara penyaluran sembako di DPD Partai Golkar Badung. Meski sempat berseteru, Sugawa kini merangkul Muntra untuk menyolidkan partai. Foto: gus hendra
SUGAWA Korry (kanan) bersama Wayan Muntra saat acara penyaluran sembako di DPD Partai Golkar Badung. Meski sempat berseteru, Sugawa kini merangkul Muntra untuk menyolidkan partai. Foto: gus hendra

JANGAN terlalu menyayangi kekasihmu, karena bisa saja kelak dia menjadi musuhmu. Jangan terlalu membenci musuhmu, karena suatu saat dia bisa menjadi kekasihmu.”

Pesan bijak dari filsuf jazirah Arab itu secara praktik sesungguhnya sudah diterapkan para elite politik. Sekeras apapun berseteru sebelumnya, ketika kepentingannya beririsan, mereka bisa berubah menjadi sahabat. Tidak terkecuali untuk Partai Golkar di Bali, yang dalam sepekan terakhir kencang merajut rekonsiliasi internal dengan menggunakan momentum aksi sosial penanggulangan Covid-19. Rekonsiliasi itu pula sebagai panggung terbuka bagi Sugawa Korry menunjukkan kapabilitas sebagai Ketua DPD Partai Golkar Bali.

Bacaan Lainnya

Saat penyaluran sembako untuk masyarakat di DPD Partai Golkar Badung, Selasa (5/5/2020) Sugawa mengajak serta Wayan Muntra, mantan Ketua DPD Partai Golkar Badung yang dicopot Plt Ketua DPD partai Golkar Bali, I Gde Sumarjaya Linggih alias Demer. Muntra diganti Wayan Suyasa sebagai Plt Ketua DPD, tapi kini dirangkul Sugawa dengan menjabat Wakil Ketua Bidang Hukum di DPD Partai Golkar Bali. Aura rekonsiliasi menguar di sini ketika Suyasa menunjukkan hormat dengan memuji Muntra sebelum mengucapkan sambutan.  “Terima kasih atas kehadiran tokoh Golkar yang sangat dihormati di Badung, Pak Wayan Muntra,” sambut Suyasa disambut tepuk tangan hadirin.

Baca juga :  Bawaslu Tabanan Simulasikan Penyelesaian Sengketa Pilkada

Tidak mau kalah, Sugawa juga mengundang Muntra yang duduk di kursi undangan untuk mendampingi saat memberi sambutan. Di kesempatan lain, Sugawa juga memberi panggung agar Muntra dapat tampil terhormat di depan publik, terutama di mata kader partai dan media, dengan menjadikannya sebagai Ketua Satgas Advokasi Bantuan Hukum Covid-19, Jumat (8/5/2020).

Dari sudut pandang komunikasi politik, setidaknya ada tiga hal terlihat dari koinsidensi politik Golkar ini. Pertama, baik Suyasa dan Sugawa secara halus mengakui Muntra sebagai sosok strategis merekatkan kembali suara Golkar di Badung. Merosotnya perolehan suara Golkar di Badung tak bisa dilepaskan dari adanya konflik internal menjelang Pemilu 2019, yang berujung pelengseran Muntra dari Ketua DPD. Turunnya suara Fraksi Golkar ini berpengaruh terhadap ketidakmampuan Golkar mengusung calon sendiri dalam Pilkada Badung 2020, minimal untuk posisi tawar. Golkar terpaksa berkoalisi dengan partai lain, itu pun calonnya belum jelas sampai sekarang.

Persuasi ini sekaligus “memaksa” Muntra untuk balas menunjukkan loyalitas kepada Golkar yang memberi kesempatan kedua di dunia politik. Komunikasi nonverbal Sugawa itu juga relatif lebih mudah diterima publik, karena budaya masyarakat kita memang terbiasa dengan, meminjam teori antroplog Edward T. Hall, budaya konteks tinggi (high contex culture).

Kedua, Sugawa memperlihatkan fleksibilitas ke publik dalam berkomunikasi kepada siapa saja, terutama kepada kader yang sempat menjadi lawan politik. Poin ini cukup penting untuk dia, karena jangkauan kekuasaan tertingginya sejauh ini hanya Wakil Ketua DPRD Bali. Berbeda dengan Demer dengan jaringan sampai di pusat kekuasaan di Jakarta, karena Demer menjabat Wakil Ketua Komisi VI DPR RI. Artinya, meminjam teori Pierre Bourdieu, modal sosial Sugawa belum sekaliber Demer.

Baca juga :  Rekomendasi Demokrat Keluar, Tamba-Ipat Selangkah Lagi Sejahterakan Jembrana

Dengan memperlihatkan keberhasilan mengkonsolidasi internal, pelan tapi pasti Sugawa mampu “mendiamkan” siapapun yang meremehkan kapabilitasnya, minimal tidak merecoki mengurus partai. Pun sebagai legitimasi dia mengampu partai terbesar kedua di Bali saat ini. Sugawa juga melangkah ke arah menjadikan diri sebagai episentrum Golkar di Bali, dengan setahap demi setahap melepas bayang-bayang Demer, sekaligus menguatkan modal simbolik personalnya. Dengan perbaikan soliditas partai, hal ini berpeluang meningkatkan Party-ID Golkar atau derajat kedekatan seseorang dengan partai yang diyakini dipilih saat pemilu dilaksanakan.

Ketiga, momentum ini dapat diekploitasi Muntra untuk merehabilitasi diri akibat pernah bersimpang jalan dengan kebijakan partai. Di ranah politik lokal, Muntra memiliki modal politik besar, itu terlihat dari manuver loyalisnya yang militan membela ketika dia digusur dari struktur. Kini, memegang posisi Ketua Satgas Badan Advokasi Bantuan Hukum memberi dia ruang menampilkan diri sebagai pembela masyarakat kecil yang terdampak pandemi. Ruang itu sekaligus mengirim pesan ke kawan dan lawan bahwa Muntra “belum habis”. Jadi, akankah rekonsiliasi di balik aksi ini dapat terus kencang berlari? Kita lihat saja nanti. Gus Hendra

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.