Siswa siswi antusias mengikuti pelajaran di kelas. Kebijakan “Merdeka Belajar” yang dicetuskan Mendikbud Nadiem Makarim menjadi peluang bagi guru untuk kreatif dan inovatif dalam pembelajaran di sekolah.
DENPASAR, POSMERDEKA.com – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Ujian Nasional (UN), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi, dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Pemerhati pendidikan Dr. Made Alit Mariana menilai kebijakan ini memberikan peluang bagi sekolah menjadi sekolah yang unggul dan kesempatan guru untuk semakin kreatif dan inovatif dalam pembelajaran. “Bagi guru, yang sudah terbiasa mengikuti petunjuk juklak/juknis, sekarang kesempatan untuk menunjukkan kinerjanya sebagai guru yang kreatif. Kreatif itu adalah ibu kandung dari inovasi. Inovasi yang dibuat guru dalam pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi siswa. (Merdeka Belajar) ini kesempatan bagi sekolah dan guru semakin inovatif,” ujar Alit Mariana kepada POS BALI, Selasa (14/1).
Terkait RPP, ia mengatakan, rencana pembelajaran adalah road map proses pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik – kebutuhan, tingkat perkembangan kognitif, karakteristik bahan ajar, dan prediktor lainnya. Tahap dilalui agar menghasilkan RPP yang efektif, menyenangkan, inovatif, dan inspiratif, antara lain: analisis kurikulum, menentukan silabus, pengembangan bahan ajar, menentukan langkah pembelajaran, identifikasi pendekatan-metode-strategi pembelajaran, menentukan sumber dan media belajar, dan merumuskan instrumen penilaian.
Dosen IHDN Denpasar ini menjelaskan, jumlah halaman RPP yang dikembangkan bukanlah esensinya, tapi apakah rencana pembelajaran itu betul-betul feasible dan aplikatif serta menginspirasi? Setelah melalui proses tersebut di atas dalam mengembangkan RPP dilaksanakan, apakah dituliskan dengan rapi dengan jumlah halaman berapa saja, itu bergantung kepada yang bersangkutan. Dengan demikian guru belajar merdeka dalam melaksanakan peembelajaran untuk merdeka belajar bagi siswanya.
“Jadi, yang penting bukan RPP satu halaman itu, tetapi bagaimana guru bisa memilihkan pembelajaran yang menginspirasi dan efektif. Efektif mencapai tujuan, menginspirasi melatih kemampuan logika, melatih membangun karakter yang sesuai dengann nilai-nilai yang dianut dalam masyaakat dan negara tempat dia bertumbuh,” jelas Alit Mariana.
Selanjutnya UN yang akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Ia memaparkan, sebetulnya UN adalah mengukur pencapaian kompetensi peserta didik. Sekarang dengan kebijakan Mendikbud yang baru, penekanannya asesmen tidak di akhir program, tetapi di pertengahan. Hasil evaluasi atau asesmen kompetensi itu tidak untuk ‘menghukum’ murid, tetapi menjadi masukan dalam proses pembelajaran berikutnya. Hasil penilaian ini akan menjadi feedback masukan bagi sekolah, guru-guru untuk merancang pembelajaran lebih bagus lagi.
“Memulai perubahan di dalam pendidikan dari evaluasi itu sangat efektif. Pernah dilakukan di Inggris, dengan science process skill, keterampilan proses sains. Eveluasinya diubah, maka prosespembelajaran itu akan berubah,” kata mantan Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bali ini.
Terkait PPDB Zonasi, Alit Mariana mengatakan, sebetulnya yang dikoreksi oleh Kemendikbud dalam kebijakan ini bahwa setiap daerah mempunyai potensi dan kondisi yang berbeda-beda. Ada sekolah yang jumlah anak berprestasinya cukup banyak. Itu harus diakomodasi. Ada sekolah yang di lingkungannya banyak anak usia sekolah, maka itu harus diakomodasi sesuai kemampuan sekolah itu. Melalui aturan yang baru ini, Kemendikbud memberikan rentang kuota penerimaan masing-masing untuk zonasi lingkungan, berprestasi, siswa miskin, dan pindahan.
“Jadi, kalau seperti itu maka sekokah atau daerah tidak akan melabrak ketentuan-ketentuan pusat yang membatasi secara kaku jumlah siswa yang diterima sesuai dengan zonasinya itu. Sekarang Disdik Provinsi Bali sedang merumuskan sesuai arahan Pak Gubernur agar menyesuaikan dengan kondisi di Bali dan perturan Mendikbud yang baru tentang PPDB itu. Jadi, PPDB yang diperbahrui ini memberikan kuota yang fleksibel sesuai kondisi di lapangan,” katanya.
Terakhir, soal USBN yang dihapus dan sekolah membuat kelulusan sendiri. Alit Mariana mengatakan, dengan kebijakan ini berarti sekolah yang menyelenggarakan evaluasi kelulusan. Menurutnya, tentu sekolah sudah punya data perkembangan anak-anak didiknya. Termasuk data tentang karakter anak didik. Kalau sekolah sudah diberikan keleluasaan untuk kelulusan anak-anak, tetapi acuannya tetap dokumen nasional berupa kurikulum dan dokumen yang lain, maka sekolah bisa leluasa melompat untuk menjadi yang terbaik.
Ia menambahkan, asumsinya guru melakukan inovasi dalam pembelajaran. Salah satunya, tingkat perkembangan intelektual siswa. Kalau siswa sudah terbiasa kreatif, maka bahan ajarnya itu bisa langsung ditingkatkan. Kalau siswa belum terbiasa dia kreatif, maka guru harus melakukan pendampingan dan pembimbingan yang lebih detail.
“Sekarang guru harus mulai belajar untuk merdeka. Dia punya kesempatan untuk berinovasi dan berkreasi seluas-luasnya untuk membangun pembelajaran yang sesuai dengan siswa. Seperti meaningful learning (pembelajaran bermakna), student oriented (siswa terlibat aktif), discovery learning (memukan sendiri), dan inquiry learning (siswa bertanya terus),” ujarnya.