KPU Kantongi Titik Rawan Potensi Kecurangan

KPU Bali menunjukkan data C1 saat pleno pengitungan suara Pemilu Serentak 2019. Foto: gus hendra
KPU Bali menunjukkan data C1 saat pleno pengitungan suara Pemilu Serentak 2019. Foto: gus hendra

MANGUPURA – Harapan semua pihak agar Pilkada Serentak 2020 berjalan jujur dan adil berjalan beriringan dengan target KPU yang melaksanakan pilkada. Memastikan itu terjadi, KPU sudah mengantongi titik-titik rawan yang berpotensi melahirkan kecurangan, salah satunya di TPS. “Kalau kecurangan terkait dukungan dan angka, ruangnya hanya bisa dilakukan di tingkat TPS. Di TPS itulah kawah candradimuka politik terjadi,” sebut Ketua KPU Badung, Wayan semara Cipta, Senin (2/3/2020).

Meski potensi kecurangan ada di TPS, jelasnya, bukan berarti itu mudah dilakukan. Sebab, sambungnya, di sana berkumpul banyak pihak. Ada KPPS sebagai penyelenggara di TPS, pengawas TPS yang melakukan pengawasan melekat di TPS, saksi dan pemantau, serta jangan lupa ada petugas keamanan dan ketertiban TPS. Dengan demikian, lugasnya, jika ada pihak yang hendak berbuat curang, maka harus kompak semua untuk melakukan kecurangan. “Saat ini, kecurangan terhadap hasil hanya bisa dilakukan jika penyelenggara sepakat secara sistematis melakukan perubahan angka-angka, dan itu harus dilakukan secara sistematis, terstruktur dan massif. “Istilah kerennya TSM atau kecurangan berjamaah,” urai komisioner yang akrab disapa Kayun ini.

Bacaan Lainnya
Baca juga :  Bersatu Lawan Covid-19, Sekjen PDIP Ajak Warga Tak Panik

Sejak Pemilu 2014, ungkapnya, mulai dilakukan proses digitalisasi hasil penghitungan suara di TPS yang dituangkan dalam formulir model C dan C1. Salinannya sebanyak satu rangkap langsung meluncur ke KPU kabupaten/kota untuk dilakukan proses scan (pindai), guna mengantisipasi bila ada perubahan saat direkap di tingkat PPS atau PPK. Untuk Pemilu 2019 lalu lebih canggih lagi. Begitu selesai proses penghitungan suara di TPS, imbuhnya, satu rangkap salinan formulir model C dan C1 serta lampirannya langsung dikirim ke KPU kabupaten/kota untuk dipindai dan diunggah ke nasional.. “Dan ini sistemnya terbuka. Siapa saja bisa memantau dan mengawasi hasil perolehan suara yang ada di masing-masing TPS di seluruh Indonesia. Jadi, menurut saya makin meminimalkan peluang terjadinya kecurangan,” ulasnya.

Dia menuturkan, saat awal-awal pemilu, mekanisme yang terjadi adalah hasil pemungutan dan penghitungan suara di TPS kemudian direkap secara berjenjang ke PPS, PPK dan KPU. Praktik ini dilaksanakan saat Pemilu 2004 dan 2009, di mana hasil penghitungan suara di TPS yang dituangkan dalam formulir model C dan C1 hanya secara manual direkap dan menjadi pangkalan data hanya sampai di KPU kabupaten/kota saja. “Bagi kami sebagai penyelenggara, melihat pola ini rasanya sangat sulit untuk melakukan kecurangan. Tapi bukan berarti tidak bisa,” pungkasnya terkekeh. hen

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.