GIANYAR – Kendaraan pengangkut sampah yang akan membuang sampah ke TPA Temesi, oleh Desa Adat Temesi diminta pungutan. Pungutan ini dilakukan desa adat setempat, karena selama ini hanya menerima dampak dari pengiriman sampah menuju TPA Temesi.
Bendahara Desa Adat Temesi, Nyoman Sulendra, Rabu (11/3/2020), mengatakan, pungutan terhadap truk yang membawa sampah ke TPA Temesi itu dilakukan sudah sejak beberapa bulan lalu. Pungutan ini diberlakukan untuk kendaraan yang membawa sampah dari wilayah Kabupaten Gianyar ke TPA. “Pungutan ini kami lakukan sejak dua bulan lalu, khusus untuk truk yang membawa sampah dari wilayah Kabupaten Gianyar, kalau Kabupaten lain tidak boleh masuk,’’ jelasnya.
Ditegaskanya, pungutan itu dilakukan, karena selama ini pengiriman sampah melewati jalan yang melintasi Desa Adat Temesi dikeluhkan krama desa adat setempat. “Akses jalan ini milik desa adat, selama ini kami hanya menerima dampak dari TPA Temesi ini,’’ tegasnya.
Dikatakannya, dampaknya berupa sampah yang jatuh berceceran di jalan. Belum lagi masalah bau yang ditimbulkan dan dampak lainya yang memicu penyakit. ‘’Dampaknya adalah lalat, bau, air licid yang berbahaya, belum lagi sampah yang jatuh meski sudah ditutup terpal,’’ terangnya.
Dikatakanya, truk sampah ke TPA Temesi kebanyakan dari Ubud. Sulandra pun mengeluh, sebab desanya hanya menikmati sampah, sementara warga Ubud bisa menikmati dolar. ‘’Coba mereka disana (Ubud-red) yang punya banyak dana, apa bisa melakukan pengelolaan sampah,’’ ungkapnya.
Karena itu, akhirnya pihak Desa Adat Temesi sepakat melakukan pungutan, dengan rincian kendaraan roda 6 dikenakan Rp30 Ribu, sementara kendaraan roda empat dikenakan Rp20 Ribu. “Sampai saat ini kami melakukan pungutan ini tidak ada sopir truk yang komplain, karena mereka mengerti keadaan kami di Desa Temesi,’’ tegasnya.
Sementara itu, Sekda Gianyar I Made Gede Wisnu Wijaya, mengimbau agar desa adat berhati-hati dalam melakukan pungutan. Apalagi pungutan yang belum dikordinasikan dengan aturan yang ada diatasnya. “Agar desa adat hati-hati melakukan pungutan yang regulasinya tidak linier dengan regulasi yang ada di pemerintah,’’ ujarnya.
Dikatakanya, pungutan itu harusnya dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerintah. Menurutnya, pungutan tidak bisa semata-mata didasarkan pada keputusan di desa adat. ‘’Dalam bentuk apapun harus dikomunikasikan, walaupun itu ada keputusan desa. Kami berharap keputusan desa itu (Desa Adat Temesi-red) mengacu pada keputusan di atas. Namun, sampai saat ini belum ada koordinasi dengan Pemda Gianyar,“ jelasnya.
Dikatakan, koordinasi dengan pemerintah terkait pemungutan ini menjadi hal penting, guna memastikan mana yang bisa dan tidak dipungut. ‘’Ketika dia memungut, maka dia mempunyai tanggung jawab. Yaitu melakukan perbaikan. Harus ada tanggung jawab, masak hanya memungut saja,’’ pungkasnya. 011