Oleh Made Nariana
PEKAN Olahraga Nasional (PON) tahun 2024 akan diselenggarakan di Aceh dan Sumatra (Sumut) Sepember 2024 ini. Salah satu tujuan PON, meningkatkan persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, khususnya di kalangan olahragawan.
Selain itu tentu juga bertujuan meningkatkan prestasi atlet Indonesia, membangun character building manusia Indonesia sebagai asset bangsa guna tetap mampu menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Olahraga bagi manusia adalah investasi masa depan. Olahraga jangan dianggap sebuah pemborosan dana. Olahraga sering dikesampingkan, padahal salah satu dalam manusia itu dapat sehat– dengan jalan olahraga. Tanpa manusia sehat, mustahil mereka akan dapat bekerja dengan maksimal membangun daerah, bangsa dan negara.
Bali akan ikut PON 2024. Sebanyak 549 atlet telah disiapkan KONI Bali, belum termasuk pelatih dan oficial. Kontingen Bali bisa saja nanti berkekuatan lebih dari 1000 orang. Tempat PON cukup jauh. Inflasi juga sudah naik dibandingkan PON Papua 4 tahun lalu.
Dalam PON Papua lalu, Bali mendudiki posisi ke-5 dari 28 Provinsi di tanah air. Ini posisi terbaik yang diperoleh Bali selama PON diadakan. Rakyat Bali dan pemerintah daerah senang dan gembira dengan prestasi itu.
Namun apakah cukup bergembira dengan prestasi atlet yang telah membawa nama dan martabat Bali di PON? Apakah Bali masih dapat mempertahankan posisi 5 besar dalam PON 2024 ini?
Saya sangat ragu. Medali emas yang diraih dalam PON Papua sebanyak 28 keping, bisa saja naik. Namun peringkat (kalau ini dianggap sebuah prestasi) – rasanya akan sulit dipertahankan lagi.
Persoalannya, saya hanya ingin sebutkan dua saja. Pertama; dua tuan rumah Aceh dan Sumut tidak akan mau berada di posisi di bawah Bali. Mereka pasti berjuang dengan berbagai cara sehingga dapat menduduki posisi 5 atau 7 besar dalam PON.
Jabar, DKI, Jatim pasti tetap di posisi 3 besar. Posisi 4, 5, 6 sampai 7 kemungkinan direbut Jawa Tengah, Papua, Sumut dan jangan lupa Kalimantan Timur. Asumsi pesisimis ini tentu ada dasarnya.
Pasalnya yang kedua; Bali menuju PON Aceh-Sumut saya lihat sangat prihatin. Kenapa? Biaya yang diperoleh dari Pemerintah Provinsi Bali sangat-sangat minimal. Makanya TC sentralisasi atlet yang biasanya dilakukana 6 bulan sebelum PON, kali ini hanya dilakukan dua bulan saja.
Mirisnya, KONI Bali konon, tidak akan memberikan pakaian bertanding untuk atlet PON seperti PON sebelumnya. Uang saku selama TC dikurangi. Jangan-jangan uang saku selama PON juga tidak akan sama dengan PON sebelumnya, padahal nilai uang sudah jauh berbeda. Nah…inilah problem kontingen Bali ke PON kali ini.
Ketika saya ditanya wartawan, apa problem olahraga di Bali khususnya menuju PON 2024? Jawaban saya komitmen pemerintah daerah terhadap olahraga belum memadai. Olahraga dianggap seperti tidak prioritas dalam program pembangunan daerah. Olahraga selalu dianggap pelengkap.
Menurut hemat saya, olahraga adalah sebuah investasi manusia. Hasilnya tidak “cespleng”, kayak makan cabai pedas. Investasi manusia Bali penting, sehingga mereka fairplay, sigap, bernas, sehat dan tidak mengenal lelah dalam menjaga budaya, adat istiadat, martabat Bali yang sangat terkenal di dunia.
Prestasi olahraga dapat mengharumkan nama daerah dan bangsa. Dengan prestasi olahraga, Lagu Indonesia Raya dapat berkumandang di luar negeri, mengiringi naiknya Bendera Merah Putih.
Itulah pentingnya olahraga dengan prestasi yang maksimal, sehingga perlu dijadikan program penting di setiap daerah, termasuk Bali!. Apakah ada yang tergugah hati nuraniya? (*)
*) Made Nariana wartawan dan Ketua Umum KONI Badung