Oleh Made Nariana
DALAM sidang pleno DPRD Badung awal April ini, diberitakan semua anggota Fraksi Golkar di DPRD Badung tidak hadir. Satu pun tiada yang meneken absen dalam sidang yang dihadiri Bupati dan Forum anggota Muspida Badung, dan undangan lain. Istilah politiknya mereka memboikot sidang paripurna tersebut.
Seingat saya, sudah dua kali fraksi Golkar memboikot sidang DPRD Badung. Waktu saya masih menjadi anggota team ahli anggota DPRD Badung dua tahun lalu, hal itu juga pernah dilakukan Fraksi Golkar di DPRD Badung.
Bupati Badung Ketika ditanya wartawan, juga tidak tahu mengapa semua anggota Fraksi Golkar tidak hadir. Dalam sidang tersebut mereka diundang Ketua DPRD, bukan oleh Bupati. Malahan Bupati Giri Prasta menyindir anggota DPRD yang malas mengikuti acara seperti itu.
“Mereka mendapat gaji, istilahnya dibayar mahal dari uang rakyat, kunjungan ke luar negeri, kunjungan ke daerah lain menggunakan uang rakyat, kalau sidang membahas kepentingan rakyat yang diwakili tidak hadir – tentu tidak baik,” kata Bupati Badung.
Kita tahu, ada tiga tugas pokok anggota DPRD, Pertama; adalah memutuskan budget anggaran (RAPBD) Badung, kedua; membuat peraturan daerah bersama eksekutif dan ketiga; melakukan sosial control kepada eksekutif dan yudikatif berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tugas lain tentu membela kepentingan
konstituennya.
Semestinya mereka tekun dengan ketiga tugas itu. Kalau ada hal yang kurang pas dilaksanakan eksekutif, lakukan kontrol atau kritik di depan sidang. Atau undang media massa, lakukan jumpa pers, bahwa Golkar kecewa dengan beberapa kebijakan eksekutif.
Dengan demikian rakyat yang diwakili jadi tahu, apa kebijakan yang mendapat kontrol dari wakil-wakilnya di DPRD. Kalau membokiot sidang tanpa ada pernyataan resmi atau tidak resmi, dianggap melalaikan tugas sebagai wakil rakyat. Padahal gajinya cukup besar dari pajak rakyat.
Ada guyonan, mengapa anggota dewan menggunakan safari dengan saku banyak? Karena uangnya banyak, tidak cukup ditaruh dalam tiga saku celana saja. Haaaaaa!
Saya melihat, anggota DPRD tidak memanfaatkan fungsi dan tugasnya dengan bijak dan lugas. Khususnya dalam melakukan sosial kontrol kepada pihak eksekutif. Cara-cara seperti anak kecil “ngambul”, tentu tidak diinginkan masyarakat kita. Kini jaman sangat terbuka, mestinya segala sesuatu dilakukan dengan terbuka…..
Wakil rakyat merupakan tokoh pilihan terbaik dalam setiap pileg (pemilihan anggota legislative). Namanya tokoh terbaik di kalangan masyarakat, harus bersikap fair, jujur dan ksatria membela rakyat. Salah satu tugasnya menyampaikan aspirasi masyarakat. Aspirasi itulah disampaikan dalam bentuk sosial control, dengan
jujur, terbuka, apa adanya.
Saya yakin pihak yang diberikan control akan dapat menerima, dan rakyat yang diwakili akan merasa memiliki wakil rakyat yang pantas dan memadai menyuarakan pikirannya. Diam selama menjadi wakil rakyat memang tidak salah. Tetapi sangat disayangkan kalau selama lima tahun diam, sama halnya buta tuli dengan kehendak rakyat. Kasihan! (*)