MANGUPURA – Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, Iman Fatchurochman menerangkan, gelombang tinggi yang terjadi di perairan selatan Bali itu dikarenakan adanya pengaruh fenomena palung pusat tekanan rendah yang berada dari sebelah barat Australia hingga ke selatan Jawa. Hal itu berdampak pada kecepatan angin, ketinggian gelombang laut dan angin kencang, serta berdampak pada potensi menimbulkan awan hujan di wilayah Bali, NTT dan Jawa.
‘’Hal ini yang salah satunya menyebabkan naiknya gelombang laut dan adanya potensi menimbulkan banjir rob (banjir pesisir) di beberapa wilayah di Indonesia, mulai dari Lampung hingga ke NTT,’’ ujar Iman Fatchurochman, Rabu (27/5).
Terkait hal itu, BMKG telah mengeluarkan imbauan kewaspadaan dini, terkait potensi terjadinya banjir rob pada 27-28 Mei. Namun dari analisa yang dilakukan, ia memprediksi kondisi tersebut bisa mencapai lima hari ke depan. Untuk itu, masyarakat pesisir pantai diimbau waspada adanya fenomena banjir pesisir (rob) yang diprediksi terjadi pada wilayah pesisir barat Lampung, pesisir selatan Pulau Jawa, pesisir selatan Pulau Bali, pesisir selatan Nusa Tenggara Barat. Kondisi tersebut dapat berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
‘’Kami juga sudah menyampaikan info tersebut kepada otoritas pelabuhan, sehingga nanti otoritas terkait yang memutuskan apakah layak dilakukan penyeberangan atau tidak,’’ sebutnya.
Diakuinya kondisi gelombang tinggi di selatan perairan Bali sebenarnya sudah terjadi sejak seminggu yang lalu. Hal tersebut dipengaruhi oleh rangkaian peristiwa gangguan dinamika atmosfer, seperti siklon tropis di Filipina, siklon tropis Ampon di barat laut Pulau Sumatra dan siklon tropis Mangga di barat daya Bengkulu, pusat tekanan rendah di selatan Jawa dan bergerak ke arah barat daya Australi.
Jika seminggu yang lalu ketinggian gelombang itu bisa mencapai 2-3,5 meter, namun kali ini gelombang tinggi tersebut bisa mencapai 5 meteran. Hal tersebut kembali disebabkan fenomena palung pusat tekanan rendah yang memiliki pengaruh lebih luas dan lebar, dibandingkan dengan siklon tropis yang terjadi sebelumnya.
‘’Kalau siklon tropis itu kan berupa titik pusat tekanan rendah, tapi kalau palung pusat tekanan rendah ini skalanya sinoptik. Skala sinoptik itu daerah dinamis yang lebih luas yaitu jaraknya sampai di atas 2.000 ribu km,’’ jelasnya.
Dipaparkannya, dinamika atmosfir dalam skala sinoptik itu setiap saat berubah-ubah, tergantung dari tekanan dan suhu permukaan laut. Hal itu juga memicu timbulnya pembentukan awan hujan di daerah yang terpengaruh.
Saat ini suhu permukaan laut diakuinya cukup signifikan dan mencapai diatas 31 drajat. Hal itu menyebabkan kontribusi uap air dari penguapan suhu permukaan laut cukup signifikan terjadi. Kondisi itu didukung oleh masa udara basah yang terkonsentrasi sampai diatas 500 meter dan kelembaban yang mencapai 80 persen lebih, apalagi Bali juga masuk fase basah Madden Julian Oscalliation (MJO).
Dimana MJO adalah fenomena gelombang atmosfer yang bergerak merambat dari barat (Samudera Hindia) ke timur, dengan membawa masa udara basah dan meningkatkan curah hujan di daerah-daerah yang dilalui. ‘’Hal inilah mendukung terjadinya hujan, angin kencang dan gelombang tinggi terjadi di Bali. Walaupun kita sudah memasuki musim kemarau, namun gangguan dinamika atmosfer ini yang menyebabkan hujan cukup intens terjadi, serta gelombang tinggi, angin puting beliung dan petir,’’ jelasnya, sembari menerangkan palung tersebut akan berubah sesuai dinamika atmosfer dan akan terus dipantau perkembangannya. 023