DENPASAR – Dampak kasus virus corona mulai memakan korban di kalangan pariwisata Bali. Saat ini sudah ribuan pekerja pariwisata berstatus kontrak dan pekerja harian lepas sudah dirumahkan. Sementara sebagian pekerja permanen juga waktu kerjanya sudah tidak full, ada yang bekerja empat hari dalam seminggu.
Demikian dikemukakan Ketua Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD FSP Par- SPSI) BaliPutu Satyawira Marhaendrakepada POS BALI di Denpasar, Senin (9/3/2020).
“Walau tidak mengantongi angka pasti, kami mendapat informasi di lapangan bahwa sudah ribuan pekerja di Bali yang berstatus kontrak dan daily workersyang dirumahkan atau istilah hubungan industrialnya, diputus kontrak. Sayangnya hal ini terjadi di sejumlah perusahaan pariwisata yang tidak ada serikat pekerjanya sehingga tidak ada ruang negosiasi dengan manajemen,” ujar Putu Satyawira.
Di sisi lain, dia juga mengapresiasi beberapa perusahaan pariwisata terutama hotel yang memberhentikan pekerja asingnya. Satyawira menilai hal itu merupakan keputusan yang bijaksana, karena tidak mengorbankan para pekerja lokal. Apalagi upah atau gaji para pekerja asing itu bisa belasan atau puluhan kali lebih besar dari pekerja lokal. “Jadi kalau memberhentikan seorang atau beberapa pekerja asing tentu sangat signifikan saving cost bagi perusahaan,” tandas mantan manajer restoran di salah satu hotel bintang lima di Nusa Dua ini.
Terkait perumahan ribuan pekerja kontrak dan harian lepas, dia mengaku sangat memahami langkah para pengusaha dan manajemen untuk mengambil keputusan seperti itu dalam situasi sulit seperti sekarang, sebagai dampak meluasnya wabah virus corona di dunia. Namun, dia berharap pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pemutusan kontrak hendaknya dilakukan secara manusiawi. Di mana para pekerja juga diajak bicara dan ada kepastian, bahwa setelah situasi normal, mereka yang telah diputus kontrak atau dirumahkan, bisa dipekerjakan kembali.
Sebagai aktivis serikat pekerja, dia mendorong agar para pengusaha dan manajemen tidak mengambil keputusan sepihak, hanya beralasan kondisi terpaksa atau force majeure. Padahal, dalam perspektif hubungan industrial, pekerja tidak bisa langsung dirumahkan, tetapi bisa diatur jam atau hari kerjanya. “Selain itu, pekerja juga punya hak untuk mendapat upah separuh dari biasanya. Di sinilah perlunya serikat pekerja. Ini juga menjadi pembelajaran bagi para pekerja yang selama ini tidak mau berserikat,” tandas mantan manajer restoran di salah satu hotel bintang lima di Nusa Dua ini.
Di sisi lain, Satyawira juga mengimbau agar serikat pekerja juga dilibatkan oleh pemerintah dalam membicarakan skema-skema pemulihan atau recovery pariwisata. Pasalnya, pekerja pariwisatalah yang paling merasakan dampak langsung dari setiap situasi krisis seperti saat ini, di mana dampak virus corona makin meluas. “Kita juga menuntut keterbukaan para pengusaha untuk menggambarkan situasi real di perusahaan masing-masing sehingga bersama serikat pekerja bisa mencari solusi terbaik,” imbau Satyawira. 002