oleh dr. I Made Agus Gelgel Wirasuta
LONTAR Tarupremane adalah lontar yang ditulis oleh Mpu Kuturan. Pada lontar menggambarkan komunikasi jenana tingkat tinggi antara Ide Mpu Kuturan dengan tanaman obat-obatan. Setiap sloka lontar ini menjelaskan deskripsi tanaman dan berikutnya adalah kegunaan dalam pengobatan. Seperti layaknya buku materia medika yang memuat tanaman obat.
Berbeda dengan materia medika, Tarupremane menuliskan deskripsi dan kegunaan tanaman dengan dasaksara, yaitu setiap tanaman dapat dituliskan dengan 10 nama aksara yang berbeda. Semisal kencur yang baru tumbuh, dalam lontar dituliskan kuku macan. Ketika membaca Kuku Macan, asosiasi kita tertuju bukan pada tanaman, padahal yang dimaksudkan kuku macan adalah kencur yang akan tumbuh, pucil kencur itu rupanya seperti kuku macan.
Lontar Tarupremane menjelaskan lebih dahulu umur tanaman yang digunakan dalam pengobatan. Biosintesa bahan aktif pada tanaman jua dipenuhi oleh umur tanaman. Leluhur kita sudah memiliki pengetahuan perbedaan kandungan bahan aktif terkait umur tanaman. Dari hasil penelusuran tanaman obat pada 14 lontar usada oleh peneliti Fakultas Ayurwedha dan Fakultas MIPA UNHI menemukan 232 spesies tanaman obat, hampir 30%nya belum dikenal tanamannya.
Arsip perpustakaan Bali mencatat terdapat 340-an lontar usada. Melihat warisan leluhur ini, Bali sangat berpotensi menjadi Industri Obat Herbal. Pusat Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) adalah industri pengolahan pasca panen tanaman obat. Pemerintah provinsi Bali membangun 3 industri P4TO yang bersertifikat CPOTB (cara produksi obat tradisional yang baik) dari BPOM, yaitu di desa Rendang Karangasem, Desa Pengotan Bangli, dan Desa Baturiti Tabanan.
P4TO berfungsi seperti Bulog tanaman Obat. P4TO bekerjasama dengan petani di seluruh Bali untuk memproduksi tanaman obat. Melalui dinas pertanian dan hortikultura Provinsi dan kabupaten/kota, melakukan pembinaan petani dalam budidaya tanaman obat. Pada tahap awal P4TO akan memproduksi 12 ramuan obat tradisional yang terdiri dari 28 tanaman obat.
Ramuan obat tradisional ini adalah hasil penelitian saintifikasi jamu yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu (B2P2TOOT). Ramuan tersebut telah terbukti secara klinis, yaitu telah diresepkan kepada pasien yang memerlukan. Langkah awal ini dilakukan mengingat ramuan tambe (obat) dalam lontar usada belum banyak digali dan diteliti.
Dinas pertanian hortikultura bekerja sama dengan dinas perkoperasian untuk membantu petani tanaman obat terhimpun dalam koperasi tanaman obat. Pemerintah provinsi Bali telah menyediakan dana untuk membeli hasil panen petani, kemudian mengolah menjadi ramuan obat tradisional yang selanjutnya akan diedarkan melalui puskesmas di seluruh Bali, sebagai implementasi program JKN-KBS yang mencatumkan pelayanan kesehatan tradisional.
Mengacu Pergub 99 th 2018, tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Lokal, P4TO harus membeli hasil panen petani Bali yang terhimpun dalam koperasi tanaman obat. P4TO membeli minimal 20% lebih tinggi dari biaya produksi. Pembinaan petani dalam budidaya tanaman obat bertujuan untuk penerapan standar produksi tanaman obat yang baik, sehingga kualitas produk tanaman obat terjaga kualitasnya.
P4TO bekerjasama dengan jurusan Farmasi di Bali dalam pengembangan produk obat, dan jua dengan industri obat herbal baik di Bali maupun di luar dalam pemasaran hasil produksinya. P4TO Bali telah menjadi kerjasama dengan PT Bintang Toedjoe untuk menyediakan jahe merah.
P4TO Bali mengajak petani menanam jahe merah dan P4TO Bali yang akan membeli hasil panen jahe merah petani, kemudian mengolah menjadi serbuk, dan melakukan standarisasi produk sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Bintang Toedjoe. Harga serbuk jahe merah kualitas super berkisar 120 ribu rupiah perkg. Program industri obat herbal ini diharapkan mampu meningkatkan penghasilan petani Bali dan menjadi bergairah untuk bertani. (***)