KARANGASEM – Puluhan pelaku pariwisata yang bergelut di bidang jasa fast boat (kapal cepat) asal Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Karangasem mendatangi DPRD Karangasem, Selasa (14/3/2023). Mereka mengadu ke legislatif lantaran aktivitas fast boat ditutup Kesyahbandaran Padangbai beberapa waktu. Penutupan memantik keluhan warga yang terdampak keadaan sosial dan ekonominya.
Koordinator Pelaku Usaha Jasa Fast Boat, I Wayan Sentuni Artana, mengatakan, dia dan rekan-rekannya menyampaikan aspirasi terkait penutupan aktivitas layanan jasa fast boat di kawasan Desa Bunutan, Kecamatan Abang. Dia mengaku kecewa dengan penutupan itu, karena mereka menggeluti pekerjaan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Juga menjadi penopang transitnya para wisatawan yang menyeberang dari Gili Lombok ke Amed Karangasem. “Penutupan ini dampaknya sangat signifikan terhadap kami, terutama dari sisi ekonomi dan hal lainnya. Yang jelas kami berharap kapal cepat untuk bisa secepat mungkin kembali beroperasi,” serunya.
Lebih lanjut dipaparkan, saat ini kondisi dari okupansi hunian hampir di bawah 50 persen. Dia menyebut begitu digenjot ada fast boat yang lancar, tingkat hunian hotel dan restoran melonjak sampai 90 persen. Selain itu dampak sosial ke masyarakat adalah tersedianya pekerjaan di sektor pariwisata.
Dia berujar ditutupnya itu aktivitas kapal cepat mungkin karena belum ada dermaga. Namun, jika memang karena belum ada dermaga, di tempat lain banyak yang masih beroperasi meski belum ada dermaga juga. Lalu, kenapa hanya di Amed saja yang ditutup?
Penutupan, urainya, dilakukan ejak 28 Februari lalu. Karena ditutup, semua agen dan pesanan kapal cepat dibatalkan. “Secara spesifik saya katakan, ratusan warga kami terdampak karena di sekitarnya itu diuntungkan, seperti di Desa Culik, Purwakerti, Desa Bunutan. Mudah-mudahan Dewan dan Dishub memberi jalan keluar hal ini,” pintanya.
Komisi III DPRD Karangasem, I Wayan Sunarta, mengakui ketika penyeberangan dari Amed ke Gili ditutup maka menimbulkan dampak luar biasa terhadap kondisi ekonomi masyarakat di sekitarnya. Juga berdampak terhadap hunian hotel dan restoran di sana. Namun, dia juga mengakui kewenangan pelabuhan antarprovinsi pastinya ada di provinsi.
Selain itu ada surat instruksi dari Kementerian Perhubungan bertanggal 12 Februari lalu, yang intinya harus menutup aktivitas pelayaran yang belum ada pelabuhan atau dermaga resmi. “Kebetukan di Amed belum ada dermaga, dan berdasarkan instruksi itu ditutup oleh KSOP,” jelas Sunarta.
DPRD sebagai fasilitator, lanjutnya, akan melakukan koordinasi dengan pihak KSOP Padangbai. Pun memfasilitasi dan sudah mengkomunikasikan dengan Bupati Karangasem.
“Bagaimana solusinya nanti sebelum adanya izin, atau pelabuhan itu dibangun, mudah-mudahan akan diberi kebijakan untuk mengoperasikan fast boat tersebut. Kebijakan yang kami ingin minta kepada KSOP, mungkin nanti lewat KSOP bisa menyampaikan ke atasannya di Kementerian Perhubungan,” pungkasnya. nad